Menpar Tantang Emirates ke Lombok

Menpar Tantang Emirates ke Lombok
Menpar Arief Yahya. Foto: pojoksatu

Mengapa Arief Yahya begitu ngotot? Agar Emirate terbang saat ini? Pertama, bisnis harus fair. “Kami akan bantu Emirates terbang lagi di pasar yang sudah gendut, dan rata-rata load factornya sudah di atas 90 persen. Kami bantu untuk terbang lagi ke Surabaya dan Denpasar. Khusus Denpasar, slot hanya bias di atas pukul 00.00 sampai 06.00. Giliran kita minta menghidupkan Lombok, mereka tidak segera memberi kepastian?” kata Arief Yahya.

Kedua, lanjut Arief, ini langkah konkret untuk men-drive Lombok sebagai Halal Destination, yang mengandalkan pasar Timur Tengah. Lombok itu menang di Atraksi, tapi masih lemah di Akses dan Amenita. “Emirates ini adalah solusi untuk menambah akses Lombok ke Dubai. Lombok jadi pintu utama. Selama ini wisman Lombok itu 90 persen dari Bali. Nah, ke depan Lombok harus menaikkan persentase itu, biar juga mendapatkan benefit yang lebih bagus buat pelaku industry dan masyarakatnya,” jelasnya.

Ketiga, kalau mereka betul-betul tertarik, dan yakin bahwa Lombok itu keren, punya masa depan bagus dan bisa menjadi destinasi andalan, seharusnya seorang businessman sudah langsung risk taking. Ambil keputusan, pastikan ambil dulu jatah slot itu, baru soal promosi dan teknis mendapatkan pasar itu dibicarakan belakangan. “Ini jadinya kan seperti telur dan ayam, mana yang duluan? Harusnya Airlines ikut men-create market. Kemenpar juga mau kok joint promotion, dan bikin sales mission di Timur Tengah, untuk mensupport Emirates ke Lombok?” tegas Arief Yahya.

Menpar memang tidak banyak berbasa-basi dengan Emirates, karena destinasi Lombok itu punya atraksi yang sangat istimewa buat originasi Timur Tengah. Destinasi itu bahasa marketingnya adalah produk. Sedangkan originasi pasar Timur Tengah itu adalah costumers. Hanya butuh connecting antara keduanya, yang itu hanya bisa diperankan oleh perusahaan airlines. “Kalau Emirates tidak mengambil Lombok, bisa jadi maskapai lain yang agresif dan lebih dulu masuk lho,” kata Arief Yahya.

Kalau tidak begitu, Lombok sebagai produk Indonesia lemah dan selalu dikalah-kalahkan dalam proses negosiasi. “Enak di mereka, tidak enak di kita. Bisnis selalu ada risiko, kalau nggak berani ambil risiko ya jangan berbisnis. Mengelola yayasan sosial saja,” katanya. Kalau soal menambah flight Denpasar dan Surabaya, tidak masalah, karena juga mendatangkan banyak wisman. Tetapi, Menpar memang ingin menjadikan momentum ini untuk membangun Pariwisata Lombok.

Koneksi dengan maskapai Emirates ini boleh dibilang ngebut. Pertemuan pertama terjadi di booth-nya Emirates di Arabian Travel Market (ATM) di Dubai International Exhibition and Convention Center 25-28 April 2016 lalu. Belum ada dua bulan memang. Kala itu Menpar dan Dubes RI bertemu Sheikh Akhmad, CEO Emirates Airlines. Sehari sesudahnya langsung membuat MoU, yang ditandatangani oleh Mr Badr Abbad, Senior Vice Presiden Commercial Operators Far East dan Nia Niscana, Asdep Timur Tengah.

Memang, speed-nya sangat tinggi. Untuk sebuah program besar dan berkelanjutan, ini tergolong besar dan menentukan reputasi kedua belah pihak. Semacam “jatuh cinta dari pandangan pertama”, sekali ketemu, langsung pacaran, dan sampai ke perkawinan. Kalau sudah jodoh, siapa yang bisa menghadang? Semoga berjodoh dengan Emirates.(ray/jpnn)

JAKARTA – Kalau tidak punya background pebisnis, tidak mudah bernegosiasi dengan petinggi Emirates Airlines! Apalagi “mendikte”


Redaktur & Reporter : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News