Menyiasati Kompleksnya Persoalan Daya Saing Kehutanan Menghadapi Asean Economic Community 2015?

Menyiasati Kompleksnya Persoalan Daya Saing Kehutanan Menghadapi Asean Economic Community 2015?
Menyiasati Kompleksnya Persoalan Daya Saing Kehutanan Menghadapi Asean Economic Community 2015?


Seperti kiita fahami bahwa daya saing merupakan resultante dari dua kutub keunggulan komparatif (atau sebagian orang menyebut sebagai keunggulan absolut-keunggulan yang dimiliki secara alami), dan keunggulan kompetitif atau required advantage. Keunggulan kompetitif dipengaruhi oleh system kebijakan yang dapat menyebabkan suatu produk barang yang memiliki keunggulan komparatif bisa jadi tidak dapat bersaing di pasar karena system kebijakan yang inefisien atau bahkan sebaliknya. Sehingga untuk produk produk yang memiliki keunggulan absolut, hilangnya daya saing produk produk tersebut sebagai indikasi gagalnya system kebijakan investasi dalam mempertahankan keunggulan absolut yang dimilikinya baik akibat kebijakan berkaitan langsung dengan terjadinya distorsi pasar maupun kebijakan yang tidak langsung mempengaruhi pasar komoditi. Sebuah contoh dampak kebijakan dalam dunia agribisnis kehutanan misalnya hilangnya akses produsen kayu bulat ke pasar kompetitif kayu di pasar dunia akibat kebijakan pelarangan ekspor kayu bulat menyebabkan produsen kayu bulat termasuk pengusaha Hutan Tanaman Industri dan HPH harus puas dengan harga pasar domestik yang nilainya hanya 50% dari harga pasar dunia (harga di pasar kompetitif dunia). Hal yang sama untuk harga kayu bulat meranti (Shore asp) dari hutan alam per meterkubik di pasar domestik saat ini hanya sekitar 150 dolar Amerika sedangkan di pasar internasional harganya berkisar 300 dolar Amerika untuk setiap meter kubiknya. Di pasar domestikpun produk kayu bulat dari HPH dan HTI tidak dapat bersaing dengan produk kayu bulat non HPH/HTI akibat banyaknya ongkos produksi termasuk berbagai macam biaya pungutan baik visible maupun invisible yang menyebabkan harga tidak dapat menutup ongkos produksi.

Baca Juga:


Dalam perspektif pengusahaan akan sulit membangun visi bisnis kehutanan jangka panjang dan berkelanjutan (sustainable business) dalam subsektor kehutanan untuk mencapai skala ekonomis (economies of scale) mengingat terlalu banyak faktor bersifat uncertain.


Hal yang aneh adalah bahwa murahnya harga kayu bulat seharusnya menyebabkan industri hilir (manufaktur) menikmati insentif harga tersebut dan meningkatkan produksinya untuk ekspor karena pasar dunia masih sangat luas terbuka masuknya produk produk ekspor berbasis kayu, namun ternyata tidak demikian kenyataannya. Proteksi terhadap industri pengolah kayu tidak menyebabkan meningkatnya ekspor dan pangsa pasar di pasar global secara signifikan.

Menyiasati Kompleksnya Persoalan Daya Saing Kehutanan Menghadapi Asean Economic Community 2015?
Dalam tabel diatas, secara umum hanya peningkatan ekspor pulp dalam periode 1990-2011 yang signifikan dan relatif lebih tinggi jika dibanding dengan ekspor dunia pulpwood. Sedangkan rata rata ekspor lainnya berada dibawah rata rata ekspor dunia bahkan negatif untuk plywood, sawntimber dan particleboard.


Tiga prakondisi kunci yang gagal disiapkan sebagai kondisi pemungkin (enabling conditions) yang menyebabkan terjadinya inefisiensi produksi adalah (i) asimetrik kebijakan sektor termasuk konflik kebijakan pusat dan daerah yang menyebabkan high cost economy dan keragu raguan berinvestasi jangka panjang, (ii) infrastruktur termasuk akses jalan ke bahan baku, birokrasi, dan fasilitas pelayanan publik yang dapat menyebabkan in efisiensi, dan (iii) stabilitas makroekonomi terutama stabilitas nilai tukar dan suku bunga acuan.


Saat ini terdapat 496 ribu kilometer jalan Negara di seluruh Indonesia dan mendukung kegiatan produksi, namun hanya 38% dari panjang jalan tersebut yang memiliki kualitas baik sedangkan 62% panjang jalan tersebut dengan kualitas rusak sampai rusak berat. Sebuah penelitian mengindikasikan bahwa setiap peningkatan panjang jalan 1% akan meningkatkan produktifitas 0,07%, sehingga dalam melakukan kegiatan produksi manufaktur berbasis hasil hutan kayu akses terhadap bahan baku semakin tahun semakin jauh yang menuntut pertumbuhan panjang jalan yang progresif.


Disamping itu pula sejumlah laporan, terutama bisnis di luar pulau Jawa, menyebutkan bahwa panjang jalan berbanding lurus dengan jumlah pungutan liar (invisible costs) yang membebani biaya produksi disamping semakin jauh akses ke sumber bahan baku kayu. Oleh sebab itu tidak heran jika saat ini terdapat fenomena relokasi industri plywood dari luar Jawa ke Pulau Jawa untuk menekan biaya produksi dan mungkin resiko resiko lainnya. Pergeseran disebabkan oleh ketersediaan bahan baku kayu bulat yang berkembang cukup tinggi di Pulau Jawa, dari hutan rakyat, disamping infrastruktur yang jauh lebih baik dibandingkan di luar Jawa.


Walaupun isu yang sangat klasik namun fakta lapangan menunjukkan konflik kebijakan pusat dan daerah termasuk persoalan persoalan terkait dengan kebijakan tataruang masih merupakan pemandangan hari hari yang dihadapi investor swasta yang menyebabkan ketidakpastian investasi serta keragua raguan dalam berinvestasi jangka panjang. Demikian juga fasilitas pelayanan publik yang seringkali mengenakan tariff / pungutan yang lebih tinggi dibandingkan dengan Negara Negara kompetitor seperti biaya yang relatif lebih besar untuk terminal handling Charge , suku bunga, dan lain lain disamping biaya birokrasi.

PERTUMBUHAN investasi sektor merupakan hal penting untuk mendongkrak pertumbuhan ekonomi yang selama ini lebih didominasi dari pertumbuhan konsumsi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News