Menyinggahi Wae Rebo, Desa di NTT Peraih Penghargaan Tertinggi UNESCO (2)

Disambut Empat Tetua Adat dengan Upacara Pangku Ayam

Menyinggahi Wae Rebo, Desa di NTT Peraih Penghargaan Tertinggi UNESCO (2)
CARI KEHANGATAN: Warga Wae Rebo berjemur di sinar matahari pagi di depan Mbaru Tembong (rumah utama Wae Rebo). Foto : Doan W/JAWA POS
"Selamat jalan. Nanti kalau tidak kuat jangan malu turun lagi!" seru Blasius Monta dari depan rumahnya. Kali ini kalimat itu mulai memunculkan secuil rasa grogi....

***

Etape pertama "Tour de Wae Rebo" diawali dengan perjalanan memintas ladang-ladang penduduk. Kami berjalan di antara tanaman kopi dan kakao. Jalan yang sedikit mendaki itu pendek saja. Tak sampai 15 menit sudah habis.

Selanjutnya adalah trekking meniti semen saluran air. Jalannya juga menanjak. Tapi, tak begitu menyiksa. Tak seberapa lama, jalan membelok ke kiri, melewati pohon enau (aren) yang sudah tumbang. Dan di situlah perjalanan khas etape pertama dimulai.

Jalur menuju Wae Lomba seperti perjalanan menaiki anak tangga alami yang terbuat dari batu-batu besar. Sebagian anak tangga itu tinggi sekali. Lebih tinggi ketimbang dengkul. Jalannya naik dan berkelok-kelok, sesekali melintasi sungai kecil berair dingin.

Wae Rebo sudah bertahan dari gempuran zaman lebih dari 900 tahun. Desa mini itu serasa tetap tinggal di masa lampau. "Lorong waktu" yang

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News