Menyingkap Ancaman Disorientasi Seksual Bocah-Bocah Limus

Menyingkap Ancaman Disorientasi Seksual Bocah-Bocah Limus
Ilustrasi

“Tadinya sampah spon meluber ke jalan. Banyak juga yang dibuang ke sungai,” ujar pria berkumis tipis itu seraya merapikan gunungan spon.

Sungai selalu menjadi tempat pembuangan yang praktis. Minimnya pengawasan pemerintah membuat sejumlah pengrajin membuang bekas spon di aliran sungai.

Radar Bogor kemudian mencoba menelusuri aliran sungai Cipinang Gading. Mulai Kampung Limus hingga Pabuaran. Kondisinya, potongan spon nampak tersangkut di bebatuan dan semak belukar. Tak jauh dari lokasi limbah, tampak sejumlah warga memanfaatkan air sungai untuk kebutuhan MCK, mencuci beras dan peralatan masak.

“Sudah biasa banyak bekas spon. Malah sering dipake buat gosok panci. Di Pabuaran, masih banyak mandi dan nyuci di sungai,” tutur Heni (24), warga RT 02/03, Kampung Pabuaran, saat memandikan anaknya di tepi sungai Cipinang Gading. 

Limbah yang dihasilkan para pengerajin sandal tidak hanya spon. Bahan perekat berjenis latex dan kenon yang tak habis juga dibuang. Ketiga bahan itu berbentuk cair dan bau menyengat. Mayoritas pengrajin membuangnya ke sungai dan tanah. Sedangkan kaleng serta jeriken limbah masih laku dijual.

“Kalau kaleng bekas lem Rp2.500 per kaleng,” tukas Herman (42) pengepul barang bekas di Kampung Pabuaran.

Bukan hanya warga sekitar yang terpaksa menerima dampak buruk limbah industri sandal tersebut. Ratusan pelajar SMPN 13 juga turut merasakannya. Prihatin melihat kondisi Sungai Gading di sekitar sekolah, belum lama ini, siswa SMPN 13 Bogor meneliti kondisi sungai.

“Kami memonitor kondisi sungai dengan pengetahuan biologi yang didapat dari sekolah,” kata penanggung jawab Adiwiyata SMPN 13, Teti Suherti.

UDARA dan lingkungan Bogor makin tak sehat. Khususnya di Kampung Limus, Kelurahan Mulyaharga, Bogor Selatan. Nyaris sulit menemukan lingkungan ideal

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News