Menyusuri Kampung Bersejarah China Benteng

Dupa di Teras Rumah, Kertas Mantra Menempel di Pintu

Menyusuri Kampung Bersejarah China Benteng
Lim Tjin Siu dan keluarganya, warga China Benteng, Tangerang yang terancam digusur. Foto : Thomas Kukuh/JAWA POS
Selain wihara, di Chinben berdiri sebuah gereja mungil, GBI Bethlehem Sewan Gili. Kemarin siang gereja seluas sekitar 100 meter persegi itu digembok rapat. "Sudah tiga minggu ini Pendeta Joni pergi. Katanya, dia sudah nggak tenang karena ada gusuran," ucap Murni, jemaat yang tinggal tidak jauh dari gereja tersebut.

   

Kondisi gereja itu sangat sederhana. Di dalamnya ada kursi plastik hijau yang ditumpuk di sudut. Kayu salib di atas altar lusuh. Lalu, mimbarnya berdebu. "Sekarang tidak ada kegiatan lagi," ujar dia.

   

Tak jauh dari gereja itu, ada tempat untuk menampung orang-orang yang mengalami gangguan jiwa. Tempat tersebut bernama Yayasan Bina Mandiri. Area yayasan itu cukup luas. "Ini dulu bekas sarang walet. Sejak lima tahun lalu, didirikan yayasan ini," tutur Sugiarti, 43, pengelola yayasan tersebut.

   

Dia menyebut, saat ini ada 13 penderita gangguan jiwa yang dirawat di yayasan itu. Semuanya adalah warga Tangerang. Karena keterbatasan, tidak ada seorang pun ahli kejiwaan yang didatangkan. Hanya pendekatan secara Kristen yang digunakan untuk membimbing pasien. "Kami rutin membaca Alkitab, melakukan kebaktian, dan lainnya," papar Sugiarti.

   

Kampung China Benteng tampak seperti museum hidup di Kota Tangerang. Kampung itu ada sejak ratusan tahun lalu. Masyarakatnya menghuni kawasan di

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News