Menyusuri Kepingan Sejarah Perang Dunia II di Indonesia Timur (1)
MacArthur Sukses Ubah Morotai Jadi Pulau Sibuk
Balai Pelestarian Cagar Budaya Ternate yang menjadi kepanjangan tangan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan hanya memasang plang dan membangun cungkup. “Yang biasa membersihkan amfibi ini ya saya dan paman. Tapi, beberapa hari ini saya repot sehingga belum sempat ke sini,” terang Muhlis.
“Dulu banyak tank serupa yang tertinggal di sini, tapi sekarang tinggal dua saja. Yang lain jadi korban besi tua,” tambahnya.
Saat menyeberang ke Morotai, di dalam feri saya bertemu dengan seorang kuli besi tua dari Demak, Jawa Tengah. Dia mengaku bernama Andik Setiawan. Andik lalu bercerita bahwa keluarganya sejak awal 2000 mencari besi tua di Morotai dan Halmahera Utara. Dia menuturkan, tak jarang besi tua itu berupa barang peninggalan perang yang didapatkan dari warga.
“Kami belinya seribu, nanti dijual lagi ke pengepul tiga ribu,” terangnya.
Pengepul itu memotong-motong besi tua dan mengirimkannya dengan kontainer dari Halmahera Utara kepada pengusaha di Surabaya. Andik mengaku pernah mendapatkan meriam dari warga seberat 1 ton.
Selain menunjukkan bangkai tank amfibi yang masih tersisa, Muhlis mengajak saya ke beberapa tempat bersejarah lain. Di antaranya, landasan pesawat tempur yang dibangun sekutu, Pitu Strip, di Desa Wawama. Dinamai Pitu Strip karena di sana ada tujuh landasan pesawat.
Pitu Strip dibangun setelah sekutu berhasil masuk dan menguasai pesisir Pulau Morotai pada September 1944. Sayang, saat itu hanya dua landasan yang bisa dilihat dengan mudah. Satu di antaranya masih difungsikan dan menjadi bagian dari Bandara Leo Wattimena di pangkalan udara TNI-AU.
Landasan lain sudah tertutup semak belukar karena tidak pernah diurus. Tapi, saya berkesempatan berdiri dan melihat kekarnya landasan tersebut. Muhlis menceritakan, landasan itu dulu bisa digunakan untuk parkir mobil dan wira-wiri tiga ribu pesawat yang diboyong MacArthur.
Perang Dunia II (1939-1945) tak bisa dilepaskan dari pulau-pulau Indonesia yang berada di bibir Samudra Pasifik. Morotai dan Biak menjadi saksi bisu
- Ninis Kesuma Adriani, Srikandi BUMN Inspiratif di Balik Ketahanan Pangan Nasional
- Dulu Penerjemah Bahasa, kini Jadi Pengusaha Berkat PTFI
- Mengintip Pasar Apung di KCBN Muaro Jambi, Perempuan Pelaku Utama, Mayoritas Sarjana
- Tony Wenas, Antara Misi di Freeport dan Jiwa Rock
- Hujan & Petir Tak Patahkan Semangat Polri Sampaikan Pesan Pemilu Damai ke Wilayah Terluar Dumai
- Tentang Nusakambangan, Pulau yang Diusulkan Ganjar Jadi Pembuangan Koruptor