Menyusuri Kepingan Sejarah Perang Dunia II di Indonesia Timur (1)
MacArthur Sukses Ubah Morotai Jadi Pulau Sibuk
Meski beberapa bagian telah ditumbuhi semak belukar, lapisan runway-nya masih utuh. Menurut Muhlis, landasan itu kuat tak lain karena bahan yang digunakan berasal dari batu putih yang diambil dari sekitar laut. “Cerita kakek saya, pembuatan landasan ini dengan batu putih yang digerus dan disirami air,” ujar Muhlis, lalu mencongkel lapisan batu di salah satu runway.
Seorang perwira di Lanud Leo Wattimena, Letda Supriyono, mengungkapkan, landasan yang digunakan saat ini cukup panjang dan sangat memungkinkan untuk pendaratan pesawat apa pun. “Boeing pun bisa mulus mendarat di sini,” ujar perwira dari Jogjakarta itu.
Saat ini baru ada satu pesawat perintis yang seminggu tiga kali rutin melayani rute Ternate-Morotai. Persoalan status pangkalan militer itulah yang mungkin tidak bisa membuat sejumlah maskapai masuk ke Morotai.
Melihat langsung yang tersisa di Landasan Pitu, saya tak bisa membayangkan bagaimana hiruk pikuk Morotai kala itu. Pesawat yang mondar-mandir di langit dan kendaraan tempur yang hilir mudik di jalanan. Saya jadi yakin akan cerita Ikrap Pawane. MacArthur mengubah kesunyian Morotai menjadi pulau yang sibuk selama PD II. Mengalahkan keramaian Jakarta kala itu. (bersambung/c11/ari)
Perang Dunia II (1939-1945) tak bisa dilepaskan dari pulau-pulau Indonesia yang berada di bibir Samudra Pasifik. Morotai dan Biak menjadi saksi bisu
Redaktur & Reporter : Tim Redaksi
- Ninis Kesuma Adriani, Srikandi BUMN Inspiratif di Balik Ketahanan Pangan Nasional
- Dulu Penerjemah Bahasa, kini Jadi Pengusaha Berkat PTFI
- Mengintip Pasar Apung di KCBN Muaro Jambi, Perempuan Pelaku Utama, Mayoritas Sarjana
- Tony Wenas, Antara Misi di Freeport dan Jiwa Rock
- Hujan & Petir Tak Patahkan Semangat Polri Sampaikan Pesan Pemilu Damai ke Wilayah Terluar Dumai
- Tentang Nusakambangan, Pulau yang Diusulkan Ganjar Jadi Pembuangan Koruptor