Merasa Jadi Korban, Irjen Napoleon Singgung Kasus Djoko Tjandra, Citra Polri, hingga Hasrat Gibah

Merasa Jadi Korban, Irjen Napoleon Singgung Kasus Djoko Tjandra, Citra Polri, hingga Hasrat Gibah
Mantan Kepala Divisi Hubungan Internasional Polri Irjen Napoleon Bonaparte di kursi terdakwa Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (2/11). Foto: Sigid Kurniawan/Antara

jpnn.com, JAKARTA - Mantan Kadiv Hubinter Polri Irjen Napoleon Bonaparte menyebut dirinya menjadi korban kriminalisasi dan malapraktik penegakan hukum guna menjaga maruah Polri.

Padahal, dirinya sudah dicopot dari jabatannya oleh telegram yang dikeluarkan Kapolri saat itu, Jenderal Idham Azis.

Pernyataan itu disampaikan Napoleon saat membacakan pledoi dalam sidang lanjutan kasus dugaan suap penghapusan red notice terpidana perkara korupsi cessie Bank Bali Djoko Tjandra.

"Pimpinan Polri menyikapi dengan telah bertindak cepat dan tegas dengan telah menghukum kami melalui Telegram Nomor ST.2076 tanggal 17 Juli 2020 karena dianggap telah gagal melakukan pengawasan terhadap staf. Namun, tindakan cepat dan tegas pimpinan Polri tersebut belum cukup memuaskan publik," kata dia di kursi persidangan.

Napoleon bahkan melihat publik belum puas dengan kondisi itu. Bahkan, kecurigaan meningkat atas perbuatan pidana.

"Sehingga memperkuat desakan publik kepada pimpinan Polri untuk melimpahkan perkara ini ke ranah hukum yang berujung pada persangkaan pidana korupsi kepada kami," kata dia.

Napoleon mengklaim dirinya merupakan korban kriminalisasi melaui media sosial yang memicu malapraktik dalam penegakan hukum.

Kriminalisasi dan malapraktik yang dimaksud yakni penegakan hukum yang terkesan tak berdasar. Sebab, penindakan hukum yang akhirnya berujung terseretnya Napoleon dilakukan hanya demi menyelamatkan muka institusi Polri.

Terdakwa kasus suap terkait penghapusan red notice Djoko Tjandra, Irjen Napoleon Bonaparte merasa dirinya adalah korban dari upaya petinggi Polri menyelamatkan citra institusi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News