Merdeka

Oleh: Dhimam Abror Djuraid

Merdeka
Sejumlah warga membentangkan Merah Putih, tahun lalu. Foto: Ricardo/JPNN.com

Tarik menarik antara kekuatan nasionalis dan Islam akhirnya membawa kompromi dengan ‘’kemenangan’’ kelompok nasionalis.

Sekutu menjatuhkan bom atom di Nagasaki dan Hiroshima sepanjang Agustus yang membuat dua kota itu luluh lantak, dan memaksa Kaisar Hirohito, Sang Tenno Heika, bertekuk lutut dan menyerah kalah.

Seluruh perang di Asia Raya dihentikan. Ambisi Jepang untuk menjadi pemimpin Asia Timur Raya pun terkubur.

Pada detik-detik yang menentukan itu para pejuang kemerdekaan Indonesia terpecah pendapatnya. Para pejuang senior yang dipimpin Soekarno dan Mohammad Hatta tetap ingin mengikuti prosedur yang sudah disepakati dengan Jepang, yang sudah menjanjikan kemerdekaan kepada Indonesia.

Sejak masuk ke Batavia pada 1943 dan melucuti tentara Belanda yang menyerah tanpa perlawanan, pasukan pendudukan Jepang berusaha mengambil hati para pejuang kemerdekaan dengan menjanjikan kemerdekaan.

Jepang terpesona melihat potensi Indonesia yang kaya raya dengan sumber daya alam, yang akan sangat bermanfaat untuk mendukung proyek perang Asia Timur Raya. Karena itu Jepang berusaha mengambil hati para pemimpin perjuangan Indonesia dengan menjanjikan kemerdekaan.

Soekarno dan Hatta yang dianggap sebagai pemimpin perjuangan yang mewakili Indonesia, dipercaya memimpin Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) yang terdiri dari berbagai perwakilan Indonesia dari Jawa dan luar Jawa, termasuk etnis China dan Arab. Jepang juga memasukkan beberapa orang wakil di badan itu.

Para pejuang generasi muda tidak suka dengan pembentukan badan ini. Mereka tidak ingin ada anggapan bahwa kemerdekaan Indonesia merupakan hadiah dari Jepang.

Sayuti Melik mengetik dengan mesin pinjaman dari rumah konsul Jerman. Setelah selesai, ia lupa..

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News