Mestinya Evaluasi Buta Aksara tak Hanya Kuantitatif

Mestinya Evaluasi Buta Aksara tak Hanya Kuantitatif
Mestinya Evaluasi Buta Aksara tak Hanya Kuantitatif
Selain itu, Arif juga menyebutkan ada tiga masalah yang penting di dalam program penuntasan buta aksara ini. Yaitu, attitude (sikap), habit (kebiasaan), dan dorongan-dorongan bahwa tanpa bisa baca saya bisa punya uang.

Artinya di sini adalah, lanjut Arif, ada benturan antara materi dan filosofi kehidupan yang lebih luhur. Nilai-nilai ini dikalahkan, lalu orang menganggap kemampuan membaca tidak penting. Mereka berpikir, lebih baik tidak bisa membaca tetapi punya uang. Mereka  tidak tahu bahwa dengan membaca nilai-nilai luhur dari bangsa dan kehidupan itu yang harus lebih dipegang.

“Kalau materi atau uang tidak sustainable (berkelanjutan), tetapi kalau nilai-nilai sustainable. Itu sebabnya, perdamaian dan pembangunan karakter tidak bisa hanya dicapai di sekolah-sekolah yang hanya mementingkan nilai akademik. Harus diukur pada sikap-sikap pribadi seperti kejujuran, bertanggungjawab, dan lain sebagainya,” imbuhnya. (cha/jpnn)


JAKARTA—Dalam melakukan evaluasi program penuntasan buta aksara, pemerintan seharusnya lebih fokus pada faktor kualitatif. Namun sayangnya,


Redaktur & Reporter : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News