Mestinya Evaluasi Buta Aksara tak Hanya Kuantitatif
Jumat, 21 Oktober 2011 – 20:02 WIB
JAKARTA—Dalam melakukan evaluasi program penuntasan buta aksara, pemerintan seharusnya lebih fokus pada faktor kualitatif. Namun sayangnya, hingga saat ini justru yang dilihat hanya dari segi kuantitatifnya saja. Menurutnya, penilaian terhadap semua produk pendidikan termasuk keaksaraan itu harus menghitung pada kuantitatif. Tetapi juga pada hal-hal yang intangible (tidak berwujud) dan kualitatif.
Ketua Harian Komisi Nasional Indonesia untukUNESCO, Arief Rahman mencontohkan, evaluasi kualitatif itu bisa dilihat dari sikap seseorang.
“Itu kan harus dievaluasi. Sikap daerah terhadap membaca itu baik atau tidak. Itu yang tidak dihitung. Tapi sekarang ini yang dihitung itu kuantitatif saja, berapa orang yang sudah bisa baca. Bukan seperti itu,” ungkap Arif ketika ditemui di Gedung Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud), Jakarta, Jumat (21/10).
Baca Juga:
JAKARTA—Dalam melakukan evaluasi program penuntasan buta aksara, pemerintan seharusnya lebih fokus pada faktor kualitatif. Namun sayangnya,
BERITA TERKAIT
- Nadiem Makarim Sebut Kurikulum Merdeka Dibutuhkan Sekolah yang Tertinggal, Guru Diberi Kebebasan
- Ikatan Wartawan Hukum Gelar Kongres, Sosok Inilah Ketua Umum Barunya
- Beasiswa Pendidikan Indonesia 2024 Dibuka, Peluang Besar untuk Guru dan Dosen
- REFO Sukses Gelar G-Schools Indonesia Summit 2024
- Dorong Pendidikan Indonesia, Mentari Assessment & OxfordAQA Kerja Sama Eksklusif
- Peringatan Hardiknas 2024 Syahdu, Nadiem Makarim Titipkan Merdeka Belajar