Migrasi Hadirkan Problem Kependudukan

Migrasi Hadirkan Problem Kependudukan
Ilustrasi kantor kecamatan. FOTO : Jawa Pos

jpnn.com, SURABAYA - Jumlah penduduk pendatang yang menyerbu Kota Surabaya terus bertambah setiap tahun. Salah satunya Kecamatan Semampir. Migrasi ke kawasan pesisir utara Surabaya itu cukup tinggi.

Sejak Januari-September, ada 2.150 pendatang yang masuk. Mereka berasal dari berbagai daerah. ''Catatan kami, Semampir tertinggi mengenai jumlah pendatang. Angkanya masih bisa terus bertambah,'' kata Kasi Pemerintahaan (Kasipem) Kecamatan Semampir Hery Prasetyo saat ditemui kemarin (24/9). 

Pria tersebut menjelaskan, angka pendatang diketahui setelah mereka mengubah KTP-nya. Mereka sudah ditetapkan sebagai warga Surabaya. Sebagian pendatang belum memiliki rumah. Mereka masih menumpang di rumah saudaranya. Ada pula yang mengontrak hunian atau tinggal di rumah kos. Heri menuturkan, masuknya pendatang sulit dibendung.

''Celakanya, pertambahan pendatang memunculkan banyak problem kependudukan,'' ucap Hery. Pria yang tinggal di Sidoarjo itu menyebutkan bahwa sebagian pendatang bermasalah. Mereka tidak memiliki dokumen kependudukan yang lengkap. 

Selain tidak memiliki KTP, banyak pendatang yang belum mengantongi kartu keluarga (KK) dan akta kelahiran. Mereka baru mengurusnya saat berada di Surabaya. Hery menjelaskan, persoalan tersebut bisa dilihat dari permohonan akta. Dalam sehari, rata-rata kecamatan menerima empat permohonan akta yang terlambat. Mereka merupakan pendatang yang sudah berusia di atas 30 tahun.

''Menariknya, banyak juga yang tak memiliki surat nikah. Jadi, aktanya tanpa nama ayah,'' jelas Hery. Tentu saja, akta tanpa ayah akan memunculkan persoalan lain. Hal itu bisa bertambah pada psikologis anak.

Persoalan lainnya adalah masalah hunian. Ada kelurahan yang penduduknya bisa dibilang sudah overload. Warganya mencapai 80 orang. ''Setara penduduk satu kecamatan,'' tutur Hery.

Menurut mantan Kasi Perekonomian Kecamatan Wonocolo tersebut, petugas juga sering menemukan rumah yang ditinggali banyak orang. Dalam satu hunian, ada lebih dari empat KK. Dampaknya, mereka kesulitan beraktivitas.

Sebagai solusi, lanjut Hery, kecamatan sedang gencar melakukan yustisi. Operasi digelar setiap bulan bersama jajaran lainnya. Selain mengecek kelengkapan identitasnya, mereka diinterogasi soal pekerjaan. 

''Petugas akan memotret aktivitas pendatang. Itu jadi laporan ke dispendukcapil,'' kata Heri. Tak sedikit pendatang yang ditolak sebagai warga Surabaya. Mereka tidak lolos verifikasi karena tidak memiliki pekerjaan tetap. (hen/c20/ano) 


Selain tidak memiliki KTP, banyak pendatang yang belum mengantongi kartu keluarga (KK) dan akta kelahiran.


Redaktur & Reporter : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News