Mimi M. Lusli, Tunanetra ”Jembatan Komunikasi” dengan Orang Normal

Mimi M. Lusli, Tunanetra ”Jembatan Komunikasi” dengan Orang Normal
Mimi M. Lusli, Tunanetra ”Jembatan Komunikasi” dengan Orang Normal
''Tunanetra kerap dicap sebagai tukang pijit dan pemain musik. Saya tertantang untuk berkarya di kalangan orang-orang normal,'' kata lajang kelahiran Jakarta, 17 Desember 1962, tersebut.

Sebagai penyandang buta, trik-trik studi yang diterapkan Mimi cukup unik. Ketika harus memahami sebuah materi perkuliahan, dia mencari rekan yang suka diajak berdiskusi. Kalau hendak ke perpustakaan, dia mengajak temannya yang kutu buku membaca ke perpustakaan.

Mimi juga dibantu sejumlah teman serta saudaranya ketika harus membaca diktat perkuliahan dan menyelesaikan tugas. ''Saya juga berlagak seperti wartawan. Di kampus, saya membawa tape recorder kecil untuk merekam mata kuliah supaya bisa diulang di rumah,'' jelasnya.

Pada 1991-2003, Mimi mengajar metode bergaul dan komunikasi dengan orang cacat di Universitas Atma Jaya, Jakarta. Berbagai organisasi penyandang tunanetra ditekuni. Misalnya, Persatuan Tunanetra Indonesia (Pertuni). Organisasi sangat gigih memperjuangkan kesetaraan hak dan menganalisis pasal-pasal dalam GBHN yang diskriminatif terhadap penyandang tunanetra.

Lulus karena Rajin Bawa Tape Recorder ke Kampus Hampir 30 tahun mengalami buta total, Mimi M. Lusli tidak berhenti menjadi ''jembatan'' antara warga

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News