Minim Regulasi, Perlu Gencarkan Penelitian Soal Produk Rendah Risiko

Minim Regulasi, Perlu Gencarkan Penelitian Soal Produk Rendah Risiko
Perokok (Ilustrasi). Foto: Ricardo/jpnn.com

“Kita punya kesempatan melalui sejumlah terobosan. Kita punya teknologi, regulasi serta ilmu pengetahuan yang akan membawa perubahan besar ke arah yang lebih baik,” katanya.

Prof Tikki Pangestu, mantan Direktur Riset Kebijakan dan Kerja Sama WHO yang juga Profesor di Sekolah Kedokteran Yong Loo Lin, Universitas Nasional Singapura (NUS) mengatakan, risiko dan bahaya ENDS lebih rendah 90%-95% daripada rokok konvensional yang dibakar.

“Vaping itu tembakaunya enggak dibakar. Pembakaran itu yang menyebabkan pelepasan zat-zat beracun yang ada di asap rokok. Vaping itu uap, bukan asap,” ucap Tikki.

Tikki mengaku kurang sependapat bila dikatakan pemakaian vape mengakibatkan kondisi kesehatan memburuk.

“Jadi kesalahannya bukan kepada vaping, tetapi kenyataannya ialah penggunaan cairan vape yang terkontaminasi oleh berbagai zat-zat yang dibeli di black market, dan itu adalah Tetrahydrocannabinol (THC) dan vitamin E Asetat,” papar Tikki.

Prof Tikki mengatakan, keberadaan vape sebagai produk alternatif akan sulit didukung tanpa penelitian yang memadai. Padahal, kata dia, sejumlah penelitian di negara-negara maju telah membuktikan bahwa kehadiran vape mampu menjadi alternatif bagi para perokok konvensional.

Yang mesti menjadi perhatian bersama adalah minimnya kajian dan penelitian lokal dalam mengkaji dampak dan risiko produk alternatif seperti vape, dimana hal ini akan berkontribusi dalam merancang peraturan terkait vape di Indonesia.

“Meskipun ANDS tersedia di Indonesia, namun belum ada kerangka regulasi yang komprehensif dalam mengatur produk-produk tersebut," ungkapnya.

Ghufron mengatakan penelitian tentang vape dibutuhkan sebagai dasar pembuatan regulasi, walaupun dalam penerapannya masih sering menghadapi tantangan dari banyak kepentingan lain.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News