Monoloyo

Oleh Dhimam Abror Djuraid

Monoloyo
Layanan aplikasi pesan. Foto/ilustrasi: JPNN.Com

Grup WA sudah menjadi ajang komunikasi digital yang paling praktis. Aplikasi itu menghubungkan orang dalam grup yang bermacam-macam, mulai teman SD, sampai kelompok pimpinan perusahaan dan institusi.

Baca Juga:

WAG sudah menjadi sarana komunikasi digital murah meriah yang dipakai oleh semua kalangan. Percakapan di dalamnya banyak yang bersifat personal antarteman.

Chatting ringan dan berbagai macam gurauan muncul di berbagai grup WA. Namun, sering juga muncul perbincangan serius dalam grup percakapan ini.

Obrolan di grup WA mirip obrolan di warung kopi, ngalur ngidul, tetapi bisa juga serius. Siapa pun yang ada di warung kopi bisa bicara apa saja. Tidak perlu ada topik, tidak perlu ada pembicara utama, semua orang bebas bicara, dan semua orang bebas menanggapi.

Itulah ciri utama ruang publik atau public sphere. Siapa saja bebas berbicara tanpa mengenal status dan pangkat. Seorang profesor dan abang becak sama-sama boleh berbicara di ruang publik.

Dari pembicaraan yang ngalor ngidul itulah publik memperoleh berbagai macam informasi. Tidak semuanya bermanfaat, tetapi informasi itu memperkaya dan mengasah kesadaran publik akan masalah-masalah di sekitarnya.

Publik yang bebas berbicara di ruang publik menjadi salah satu ciri demokrasi. Tidak ada demokrasi tanpa ruang publik. Tidak ada kebebasan berbicara tanpa ruang publik yang bebas.

Oleh karena itu, kebebasan berbicara dijamin di negara demokratis. Negara harus menjamin keberadaan ruang publik.

Rupanya Jokowi mengintip WhatsApp Group (WAG) para pimpinan TNI dan Polri sehingga tahu ada tentara maupun polisi yang tidak setuju dengan proyek eksodus ibu kota negara.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News