MPR: Semua Pihak Harus Menjaga dan Merawat Kebinekaan

MPR: Semua Pihak Harus Menjaga dan Merawat Kebinekaan
Anggota Fraksi PDIP MPR Masinton Pasarribu, Juru Bicara PBNU Nabil Haroen dan pengamat politik Pangi Syarwi Chaniago menjadi pembicara Diskusi “Merawat Kebinekaan Indonesia” di Media Center Parlemen, Senin (4/3). Foto: MPR

Masinton mengingatkan dalam merawat kebhinnekaan itu ada upaya dari sekelompok kecil yang melakukan gerakan-gerakan seperti apa yang terjadi di Timur Tengah. “Gerakan itu bukan tidak ada, tapi gerakan itu ada meski kecil. Misalnya, kasus bom bunuh diri,” ucapnya. Karena itu dia menegaskan lagi bahwa Indonesia ini didirikan untuk semua dengan konsepsi Pancasila. Hal ini harus dijaga dan dirawat.

Sementara itu juru bicara PBNU, Nabil Haroen juga mensinyalir akhir-akhir ini ada upaya yang dilakukan segelintir orang untuk membuat polarisasi di negeri ini.

“Tidak hanya saat Pemilu Presiden (Pilpres). Tapi sudah ada sebelumnya. Mereka ingin memecahbelah dan mengkotak-kotakan sehingga terjadi benturan-benturan di masyarakat,” ungkapnya.

Juru bicara NU itu menegaskan bahwa Nahdlatul Ulama (NU) akan selalu dan terus berjuang dalam menjaga NKRI. Dari sejarah NU, mulai dari pra kemerdekaan sampai sekarang, terlihat komitmen terhadap Indonesia. “Sampai kapan pun NU dan badan-badan di bawahnya akan selalu menjaga kebhinnekaan Indonesia,” tuturnya.

Dia juga menyinggung keputusan Munas NU di Banjar soal kafir. “Dalam berbangsa tidak dikenal kafir, tetapi sebagai sesama anak bangsa. Ini sesuai dengan ajaran NU, ukhuwah wathoniah, yaitu persaudaraan sesama anak bangsa. Keputusan ini adalah salah satu upaya dan komitmen NU terhadap kebangsaan. Urusan teologi ada di kamar masing-masing, tetapi sebagai anak bangsa kita menyebutnya sesama warga negara,” jelasnya.

Pengamat politik Pangi Syarwi Pangi mengatakan kebhinnekaan itu adalah sebuah keniscayaan. “Kita memang bhinneka dan berbeda. Tapi dengan kebhinnekaan itu, Indonesia malah semakin kuat,” katanya.

Dalam hal kebinekaan, lanjut Pangi, kita tidak perlu mengajarkan orang Indonesia tentang toleransi. “Bahkan NU dan Muhammadiyah tidak mau lagi diajarkan soal toleransi. Karena kedua organisasi besar itu sudah clear tentang pluarisme, kebhinnekaan, dan keIndonesiaan. Kalau kita ajarkan ormas itu tentang toleransi keberagamaan, kita jadi mundur lagi,” ujarnya.

Namun, Pangi menyebutkan saat ini ada fenomena yang membenturkan antara nasionalisme dan Islam. Juga dihadap-hadapkan antara “Saya Pancasila” dan “Tidak Pancasila”, “Toleran” dan “Intoleran”, Nasionalisme dan Islam (Radikal). “Antara yang paling Pancasila dan tidak Pancasila. Antara yang paling toleran dan tidak toleran. Antara yang nasionalis dan Islam. Ini dibenturkan terus menerus. Ini sangat berbahaya. Sampai kapan ini bisa selesai?,” tanyanya.

Kebinekaan adalah sebuah keniscayaan. Kita memang bineka dan berbeda tapi dengan kebinekaan itu Indonesia semakin kuat. Karena itu penting bagi semua pihak untuk menjaga dan merawat kebinnekaan.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News