Museum di Istanbul

Museum di Istanbul
Museum di Istanbul

jpnn.com - MASIH tentang Istanbul, minggu lalu saya memasuki sebuah bangunan –atau lebih tepatnya, “tempat penyimpanan keingintahuan” – yang membalik asumsi saya tentang arti sebuah museum dan dimana fiksi dimulai dan berakhir.

Tetapi pertama-tama saya akan menceritakan sedikit tentang bangunan yang unik ini. Museum yang saya jumpai ini berlokasi di tengah-tengah perempatan bohemian wilayah Cukurcuma di distrik Beyoglu, Istanbul. Bangunan masih kelihatan trendi meski ada sedikit yang rusak.

Pada saat runtuhnya kekaisaran Ottoman dan munculnya Republik Attaturk, banyak orang Yunani, Armenia dan Yahudi meninggalkan kota mereka yang telah ditempati selama berabad-abad.

“Museum of Innocence” merupakan museum dengan nama yang sama seperti novel yang dikarang oleh peraih Nobel Sastra, Orhan Pamuk. Pamuk juga yang membuat ide museum ini berdiri.

Siapapun yang pernah membaca karya Pamuk sebelumnya (My Name is Red dan Snow) akan membuktikan bahwa sang penulis ini sangat memuja paradoks dan argumen yang bisa berubah-ubah ibarat dinamisnya balok-balok permainan rubik.

Jadi bersiap-siaplah anda ketika akan melangkahkan kaki memasuki gedung museum. Bangunan museum sebenarnya kecil –hanya bertingkat tiga- dan sangat sempit. Setelah membayar tiket masuk (TRY 25 atau sekitar IDR 120,000), seketika anda akan dibuat kaget karena hanya menemukan isi museum dipenuhi benda-benda perlengkapan rumah tangga yang aneh, kusut dan bercampur aduk. Ada pakaian tua yang lusuh, jepit rambut, boneka dan ribuan puntung rokok (yang berjumlah 4213 puntung!).

Baca Juga:

“Museum of Innocence” (baik museum dan novel memiliki nama yang sama) merupakan kebangkitan sayu dari masa kecil Pamuk dari tahun 1940 sampai akhir tahun 1950-an. Sebagian isi museum diambil dari toko barang bekas di Istanbul. Kedua museum dan novel juga menceritakan tentang hubungan percintaan fiksi antara seorang laki-laki yang patuh dari keturunan bangsawan, Kemal dengan gadis pekerja dan berstrata sosial rendah bernama Fusun.

Kebanyakan museum yang saya tahu seperti Louvre, the British Museum dan Metropolitan di New York umumnya sangat gigantis dan berada di tengah ruang publik –terkadang menempati bekas istana- didedikasikan untuk tujuan pembangunan bangsa dan tak jarang untuk menciptakan mitos.

MASIH tentang Istanbul, minggu lalu saya memasuki sebuah bangunan –atau lebih tepatnya, “tempat penyimpanan keingintahuan” –

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News