Mustofa Ciputra

Oleh Dahlan Iskan

Mustofa Ciputra
Dahlan Iskan. Foto: Ricardo/JPNN.com

Sang paman mengajak Mustofa ke Bali. Menjadi tukang di sana. Setelah mampu lantas dikhususkan untuk mengerjakan interior.

Selama di Bali itulah Mustofa berurusan dengan objek wisata, pekerjaan interior yang harus rapi, dan desain-desain bangunan yang artistik.

Lima tahun Mustofa menenggelamkan umurnya di Bali. Lalu pulang ke Plosorejo:  ingin mandiri.

Mustofa mencoba beternak ayam. Awalnya sukses. Berkembang. Menjadi 10.000 ekor.

Lalu datanglah sial: flu burung. Ludes.
Sial berikutnya menyusul: sakit. Harus operasi.

Mustofa hanya di rumah: rumah orang tuanya. Sambil menanti sembuh. Saat itulah Mustofa melihat beberapa pohon cokelat di belakang rumahnya berbuah.

Ia berpikir buah cokelat itu harus jadi uang. Maka ia mencari pembeli biji cokelat. Sampai ke Malang. Lalu mencari harga yang lebih baik lagi: ke Surabaya.

Jadilah Mustofa pengepul biji cokelat di kampungnya. Sekalian membagikan bibit cokelat ke rumah-rumah tetangga.

Yang membuat tidak harus tokoh saudagar sekelas Chairul Tanjung atau arsitek selevel Ir Ciputra. Cukuplah seorang lulusan Aliyah bernama Kholid Mustofa.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News