Mustofa Ciputra

Oleh Dahlan Iskan

Mustofa Ciputra
Dahlan Iskan. Foto: Ricardo/JPNN.com

Itulah sebabnya Mustofa melakukan perluasan selama PPKM-4. "Sekarang Kampung Cokelat ini menjadi 4,5 hektare," katanya.

Baca Juga:

Ketika kendaraan saya menjauhi kota Blitar, memang kian terasa seperti kian ke pedesaan. Namun, begitu memasuki Desa Plosorejo, di Kecamatan Kademangan, langsung terasa memasuki daerah turis beneran: banyak bus wisata parkir di desa itu.

Inilah bedanya. Objek wisata di pedesaan biasanya baru hidup kalau ada gunung yang berdewa, ada danau yang indah atau ada air terjun bidadari mandi. Sedang di Plosorejo ini hanya ada Mustofa.

Ia lulusan Pondok Pesantren Tambak Beras, Jombang. Itulah salah satu pondok berbintang sembilan di lingkungan NU. Pendirinya: almarhum KH Wahab Hasbullah –mantan Rais Aam Syuriah PB NU yang juga ayahanda menteri agama almarhum Wahib Wahab.

Mustofa kelahiran desa itu. Ayahnya kiai kampung di situ. Sambil berdagang kecil-kecilan. Juga petani dengan luas tanah setengah hektare.

Sejak kecil Mustofa sudah membantu ayahnya bekerja: ikut jualan, ikut mencangkul, dan ikut memperbaiki rumah.

Begitu tamat SMP, Mustofa dikirim ke pondok Tambak Beras. Sampai lulus madrasah Aliyah (setingkat SMA).

Tamat pondok, Mustofa tidak segera mendapat pekerjaan, tetapi ia punya paman. Yang jadi kontraktor. Proyek yang lagi dikerjakan adalah: objek wisata Garuda Wisnu Kencana di Bali.

Yang membuat tidak harus tokoh saudagar sekelas Chairul Tanjung atau arsitek selevel Ir Ciputra. Cukuplah seorang lulusan Aliyah bernama Kholid Mustofa.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News