Nama Warung pun Dua Bahasa, Indonesia dan Mandarin

Nama Warung pun Dua Bahasa, Indonesia dan Mandarin
Salah satu rumah makan menggunakan dua bahasa yang sering dikunjungi Tenaga Kerja Asing (TKA) di Desa Morosi, Kab. Konawe, Sulawesi Tenggara, Jumat (30/11/2016). Foto: Imam Husein/Jawa Pos

Saat belanja di pasar itu, para pekerja yang baru tiba dari negara asalnya biasanya akan membeli baskom untuk wadah air dan makanan.

”Karena mereka tidak mau pakai baskom bekas,” beber Fahrudin yang punya usaha rental kendaraan ini.

Di pasar tersebut, transaksi jual beli antara penjual dan pekerja Tiongkok lebih dominan menggunakan bahasa isyarat.

Maklum, tidak semua pemilik kios bisa berbahasa Tionghoa. Begitu juga sebaliknya, pekerja asing sangat minim yang bisa berbahasa Indonesia.

Di rumah makan Hikmah milik Suminah (42), misalnya, pekerja asing mesti menunjuk makanan yang akan dipesan.

Tidak sedikit pula pekerja China yang memasak sendiri di dapur rumah makan. Selain keterbatasan bahasa, masak sendiri dilakukan pekerja asing agar citrasa makanan yang dimakan sesuai dengan selera.

Caranya, mereka akan menunjuk bahan masakan dan alat masak yang akan diolah sendiri. Untuk memasak, biasanya dilakukan lebih dua orang pekerja. Masakan itu nantinya disajikan untuk kelompok pekerja berjumlah 4-5 orang.

”Kalau ayam potong yang sudah cabut bulu Rp 70 ribu nanti dimasak sendiri sama mereka (orang China). Kalau satu porsi nasi bungkus Rp 17 ribu,” tutur Suminah.

JPNN.com - Seperti jamur, jumlah TKA ilegal asal Tiongkok terus meningkat. Bahkan, di Desa/Kecamatan Morosi, Kabupaten Konawe, Sulawesi Tenggara

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News