Nasi Cum Laude

Oleh Dahlan Iskan

Nasi Cum Laude
Foto/ilustrasi: disway.id

"Iya Abah, waktu itu manajemen waktu Ananda mungkin kurang baik antara kegiatan akademik, nonakademik, dan kegiatan di masjid. Namun dari situ jadi pelajaran dan alhamdulillah setelah itu bisa dijaga kembali nilainya."

Saya tidak bertanya lebih lanjut. Saya juga tidak menjelaskan konsekuensi atas penurunan nilai itu. Rupanya ia tidak tahu konsekuensi tersebut.

Namun saya diberi tahu: selama kuliah itu ia memang tinggal di masjid. Untuk menghemat. Ayahnya kian sulit: terkena strok.

Jarak masjid itu 10 menit naik motor dari kampus. Ia masak sendiri di masjid itu. Dengan beras sumbangan dari jemaah masjid.

Selama di masjid itu ia berhasil menghafal 15 juz (separuh) Alquran. Padahal waktu tamat SD Al Azhar 13 Rawamangun dulu baru hafal 1 juz.

Kini Hapsa kembali jualan nasi kotak. Yang dimasak oleh ibunya. Yang resepnya dari neneknya. Sejak ayahnya bangkrut ibunya memang jualan nasi.

Itu terjadi saat Hapsa masih kelas 2 SMA. "Sambil sekolah saya jualan nasi yang saya bawa dari rumah," kata Hapsa.

Setelah tamat jurusan kewirausahaan dengan nilai cum laude ini Hapsah kembali jualan nasi, tetapi caranya sudah ia permodern. Sudah punya aplikasi internet: makanmentes.com.

Hari itu saya sahur nasi porang. Habis sahur saya baca WA dari nomor tanpa nama.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News