Nasionalisme Iptek dan Riset Keanekaragaman Hayati Diperlukan Untuk Kemajuan Bangsa

Nasionalisme Iptek dan Riset Keanekaragaman Hayati Diperlukan Untuk Kemajuan Bangsa
Ahmad Basarah (kanan). Foto: Ricardo/JPNN.com

"Dunia ke depan bukan lagi digital atau elektronik melainkan bioteknologi. Kita yang punya banyak koleksi biodiversity, harus lebih unggul dibanding negara lain. Oleh karena itu, kita perlu melakukan refocusing pada kekayaan alam dan budaya kita lewat dukungan riset yang kuat," kata mantan Kepala LIPI tersebut.

Sebagai lembaga baru yang memimpin arah baru riset dan inovasi Indonesia, Kepala BRIN menjelaskan arah dan target BRIN. Lembaga ini diarahkan untuk melakukan konsolidasi sumber daya ilmu pengetahuan dan teknologi yang sebelumnya tersebar di beberapa institusi pemerintah.

BRIN juga menciptakan ekosistem riset standar global yang inklusif dan kolaboratif serta diharapkan dapat menghasilkan fondasi ekonomi yang berbasis riset yang kuat dan berkesinambungan.

Targetnya antara lain konsolidasi lembaga riset utama pemerintah pada 1 Januari 2022, transformasi proses bisnis dan manajemen riset secara menyeluruh untuk percepatan peningkatan critical mass sumber daya manusia, infrastruktur, dan anggaran iptek; menjadikan Indonesia sebagai pusat dan platform riset global berbasis riset berbasis sumber daya alam dan keanekaragaman (hayati, geografi, seni budaya) lokal. Serta mendorong dampak ekonomi langsung dari aktivitas riset dan menjadikan iptek sebagai tujuan investasi jangka panjang dan penarik devisa.

Paripurna Purwoko Sugarda, Wakil Rektor Bidang Kerjasama UGM mendukung apa yang disampaikan Laksana Tri Handoko soal kemajuan bangsa berbasiskan keanekaragaman hayati. Ia menjelaskan kebutuhan energi di Indonesia yang sangat besar merupakan peluang untuk mengembangkan energi terbarukan (renewable energy).

Indonesia punya potensi besar atas energi terbarukan seperti tenaga angin, air, ombak, tenaga surya, panas bumi, biomass, dan lain sebagainya.

"Agar menjadi pemenang bidang energi di tingkat ASEAN, Indonesia perlu mengembangkan biofuel dan biomass, mengembangkan strategi teknologi energi, mendorong energi terbarukan berbasis maritim, serta mendukung memperbarui limbah air sehingga dapat digunakan kembali," kata Prof. Paripurna.

Bagi Paripurna, melahirkan teknologi hingga hilirisasi tepat guna bukanlah hal yang sederhana. Membutuhkan kolaborasi pentahelix, mulai dari institusi negara, lembaga riset, kolabolariasi dengan BUMN dan sektor industri lain, menguatkan startup tanah air, bahkan harus cerdik menghadapi kompetitor teknologi dari negara lain.

Selain membuka peluang kreatif para perajin, juga ada aspek riset dan teknologi agar produk budaya nasional diterima pasar.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News