Nebengers Asyik, Daripada Terjebak Macet Kota Besar

Nebengers Asyik, Daripada Terjebak Macet Kota Besar
Nebengers. Foto: int

SURABAYA—Warga Kota Surabaya sudah bosan dengan kemacetan yang menghantui aktivitas mereka setiap sore.  Terutama Jalan Ahmad Yani yang mengarah ke Sidoarjo pasti macet. Kapasitas jalan tidak bisa menampung kendaraan yang semakin berjubel. Pemerintah bukan tanpa usaha. Frontage road sudah dibangun untuk menambah kapasitas jalan.

Polantas pun selalu berpeluh mengatur kendaraan-kendaraan yang melintas di jalan yang menuju gerbang perbatasan kota itu. Hasilnya, ya tetap macet. Sejumlah warga akhirnya "mengarang" solusi sendiri untuk mengurangi kemacetan.

Banyak yang telah memulai langkah untuk move on dari kemacetan. Seolah mendobrak budaya berkendara seorang diri, tanpa sadar mereka juga berpartisipasi mengurangi jumlah kendaraan. Salah satunya Nebengers, sebuah komunitas sosial.

Kali pertama, Nebengers hadir di Jakarta pada 2012. Surabaya menjadi kota kedua setelah Jakarta. Nebengers hadir di Surabaya pada 2013 . Di Surabaya, Nebengers belum bisa dikatakan "hidup" . Walaupun punya visi apik, antusiasmenya tak sebesar di ibu kota. Menggugah antusiasme itulah yang terus diperjuangkan Nebengers.

Lurah (sebutan untuk koordinator) Nebengers Surabaya Haries Yulianto mengutarakan, Nebengers di Surabaya memang masih kurang laku. Berbeda dengan di Jakarta. Banyak yang mengunduh dan menggunakan aplikasi. "Setiap menit, banyak permintaan nebeng. Kalau di Surabaya ketika itu, berhari-hari saja hampir tidak ada yang mau nebeng. Padahal, saya sudah menawarkan tebengan," tutur Haries.

Kali pertama hadir di Jakarta, Haries menuturkan, kondisi Nebengers sebenarnya tidak jauh berbeda dengan Surabaya. Sepi. Cuma, tidak terlalu lama sepinya. Hanya butuh waktu tiga bulan sejak pertama launching, akhirnya Nebengers dikenal oleh masyarakat Jakarta.

Anggota Nebengers di Surabaya masih 54 orang. Meski telah menciptakan aplikasi, tetap saja komunitas Nebengers belum berhasil membuat masyarakat Kota Surabaya tertarik. Diperkirakan, jumlah pengguna aplikasi Nebengers sama dengan jumlah anggota Nebengers, masih 54 orang. "Mungkin masih ada yang gengsi untuk numpang. Tapi, kami punya prinsip memberikan solusi. Mulailah dari diri sendiri untuk menyelesaikan kemacetan," ujarnya.

Selain Nebengers, ada cara lagi untuk ikut mengurangi kepadatan lalu lintas. Yakni, ikut antar jemput. Di Surabaya, jumlahnya belum banyak. Namun, antar jemput bisa menghemat biaya.

Fajar Setiawan merupakan pelaku antar jemput. Dia memiliki dua mobil yang mampu menampung 25 orang. "Pelanggan saya itu punya mobil," tutur pria berusia 29 tahun itu. Artinya, dengan usahanya, Fajar punya andil mengurangi 25 beban kendaraan yang melintas di Surabaya.

Dia memutuskan untuk membuka layanan antar jemput karena macet. "Kalau semua memaksa pakai kendaraan sendiri, bakal tetep nggak ketemu, Mas. Jelas tetap macet," ungkapnya. Antar jemput juga terbukti lebih hemat ketimbang membawa mobil sendiri. Selain itu, keuntungannya juga langsung diantar sampai titik yang dituju. "Saya nggak pernah telat ke kantor kalau naik antar jemput," terang Velda Harsono Tirtha.

Perempuan yang tinggal di Apartemen Water Place itu mengaku bisa berhemat uang bensin. Kalau naik mobil pribadi, sebulan dia bisa habis Rp 1,5 juta untuk bensin. Sedangkan kalau naik angkutan antar jemput, dia bisa menyimpan Rp 500 ribu. Dengan layanan antar jemput, perempuan berusia 24 tahun itu juga bisa bernostalgia dengan teman lama. "Saya bisa ngobrol dengan teman kuliah yang juga naik antar jemput," katanya.

Selain dua cara itu, masyarakat semestinya bisa kembali menengok transportasi umum. Bus kota salah satunya. Alat transportasi itu menjadi pilihan Didy Harsono selama 22 tahun. Pria yang bekerja sebagai staf komisi DPRD Jatim tersebut sebenarnya memiliki mobil pribadi, tapi malas berurusan dengan kemacetan. "Kalau tidak mau macet, berangkatlah lebih pagi pakai bus," kata pria asal Jombang itu.

Setiap hari dia rutin bangun pagi. Bahkan, Didy siap berangkat kerja pada pukul 03.00. Dia pun mengaku hampir tidak pernah telat ke kantor. Rutinitas itu dia nikmati. "Paling enak kalau naik bus itu bisa tidur. Kalau pagi-pagi nyetir sendiri, kan bahaya," lanjutnya.

Begitu pula saat pulang kerja. Menurut dia, akan sangat berbahaya bila dalam keadaan lelah mengendarai kendaraan pribadi. Karena itu, dia menyarankan masyarakat agar mencoba transportasi masal seperti bus.

Dia mengatakan, banyak warga yang menganggap naik bus tidak efisien dan tidak nyaman. Namun, hal tersebut dia anggap salah. "Sebagian besar melakukan penilaian tanpa mencoba. Makanya, dicoba dulu, pasti sangat asyik naik bus. Banyak hal menarik yang bisa dijumpai setiap hari ketimbang rutinitas terjebak macet setiap hari," tambahnya.

Bila banyak yang menggunakan moda transportasi masal, pastilah kemacetan bisa dikurangi. Jadi, berhentilah mengeluh dan menyalahkan pihak lain. Mulailah dari diri sendiri. (sam/sal/did/c11/fat/flo/jpnn)

 



Redaktur & Reporter : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News