Negara dan Imperium Mafia: Kandasnya Indonesia Menjadi Acuan Harga Timah Dunia

Oleh: Edu Lemanto

Negara dan Imperium Mafia: Kandasnya Indonesia Menjadi Acuan Harga Timah Dunia
Direktur Eksekutif LKIP & Mahasiswa Program Doktoral Humanity and Social Science, PFUR, Moscow-Rusia. Foto: Dokpri

Mafia modern bukan lagi oposan murni negara sebagaimana dalam mafia antik yang bersifat otonom, independen dan fragmentaris. Kini ia berwatak hibridatif dengan kekuatan elit-elit politik, ekonomi, sosial dan budaya. Ia bahkan berafiliasi murni dengan negara. Mafia Migas dan permainan perdagangan timah pun bisa serupa itu, bahwa eksistensinya sebagai kerajaan mafia memiliki kekuatan dalam berbagai sisi. Tak jarang mendapat sokongan kekuatan dari negara dan kekuasaan politik.

Penghisapan terhadap negara lewat operasi sabotase produksi dalam negeri dan penguasaan impor sudah menjadi bentuk kejahatan politis (politico-criminal configuration), bukan lagi semata kejahatan ekonomi. Sebab, di sana terdapat sokongan kekuasaan yang memberi ruang, meminjam istilah Briquet, terhadap criminal enterprises (perusahaan-perusahaan jahat) dan violent entrepreneurs (pengusaha-pengusaha yang kejam).

Masalahnya, negara kerap tak berdaya dihadapan kekuatan ekonomi dan politik mereka. Ketidakberdayaan negara bukan karena negara tidak memiliki kekuasaan. Tetapi, lebih karena ia (baca: para pemimpin) dikerangkeng oleh kepentingan, dimana mereka terlibat secara aktif. Dalam hal ini, negara terlebur secara sukarela dan bahkan bersifat aktif-partisipatif ke dalam imperium mafia ekonomi-politik itu.

Karenanya, sasaran dan substansi utama ancaman Jokowi tak hanya terhadap mafia-mafia Migas dan kerugian negara. Jokowi sebaiknya melihat persoalan yang sama dalam masalah timah. Ancaman itu paling fundamental ditembakkan ke dalam istana sendiri. Saatnya negara melakukan self-pointing; negara menunjuk dan bila perlu menggugat diri sendiri. Adanya predatorisme dan parasitisme mafia Migas, pun dalam bidang lain, dominan terjadi karena negara memberi ruang. Bagaimana cara mengukurnya?

Bahaya Parasitisme Dalam Tubuh Negara

Cara memeriksa yang paling sederhana tentang kondisi dimana negara bisa bermetamorfosa menjadi imperium mafia. Dualisme bursa komoditas timah kemungkinan besar bermuatan kepentingan politik di Kementerian Perdagangan. Coba amati pergeserannya yang dikutip dari analisis Hasiman berikut ini: “Pada jaman pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), dibawah pimpinan Menteri Perdagangan Gita Irawan Wirjawan, diterbitkan PERMENDAG RI Nomor 32/M-DAG/PER/6/2013, tanggal 28 Juni 2013, yang mengatur tata niaga ekspor timah dan mewajibkan timah diperdagangkan di Bursa Timah sebelum diekspor (Pasal 11, ayat 1).”

“Kebijakan ini telah memberi angin segar bagi timah di tanah air untuk menjadi acuan harga di pasar timah dunia. Selain itu, dengan adanya satu bursa, timah kita menjadi besar dan bisa memberikan kontribusi keuangan yang besar bagi penerimaan negara. Keuntungan lainnya adalah stabilitas harga timah di pasar terjaga. Selain dapat mengurangi jual-beli lisensi bahkan meminimalisir perdagangan timah illegal, termasuk mewujudkan rencana Presiden Jokowi perihal Pusat Logistik Berikat (PLB). Terbukti Indonesia akhirnya mampu mengendalikan harga timah dunia dan memperluas pasar eskpor timah terbukti harga timah dunia stabil diatas US$ 20.000/MT dari tahun 2016-2018 dan peran Singapura sebagai secondary market dari semula 90 persen di tahun 2014 turun menjadi 20 persen di tahun 2018. Selain itu penerimaan negara dari Devisa Hasil Eskpor (DHE), Pajak dan Royalti terus meningkat.”

Namun, ambisi besar acuan harga timah dunia dan kedaulatan timah Indonesia sejak lahirnya PERMENDAG RI No. 32/2013 itu tak lagi memberikan angin segar bagi Industri timah Indonesia, karena di rezim Menteri Perdagangan pemerintahan Jokowi-JK, Enggartiasto Lukita dari Partai Nasional Demokrat, tidak lagi menempatkan BKDI/ICDX sebagai satu-satunya penyelenggara bursa penentu harga timah. Permendag No. 53/2018 melalui Bappebti menjadikan JFX sebagai salah satu bursa timah selain ICDX.

Indonesia hanya perlu satu Bursa Timah, dan BKDI/ICDX adalah satu-satunya Bursa Komoditi dan Penentu Harga Timah di Indonesia.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News