Negara dan Imperium Mafia: Kandasnya Indonesia Menjadi Acuan Harga Timah Dunia

Oleh: Edu Lemanto

Negara dan Imperium Mafia: Kandasnya Indonesia Menjadi Acuan Harga Timah Dunia
Direktur Eksekutif LKIP & Mahasiswa Program Doktoral Humanity and Social Science, PFUR, Moscow-Rusia. Foto: Dokpri

Indonesia hanya perlu satu Bursa Timah, dan BKDI/ICDX adalah satu-satunya Bursa Komoditi dan Penentu Harga Timah di Indonesia (Aktualita, Majalah Bappebti, edisi September, 2013). Ini sebenarnya aturan kontroversi, anomali kebijakan. Kehadiran 2 (dua) bursa akan merusak (disrupsi) acuan harga dan menyebabkan terpuruknya timah, selain itu pembeli akan bingung dalam menggunakan harga acuan hingga lebih memilih transaksi perdagangan timah Indonesia melalui secondary market.”

Untuk melihat lebih jauh, selain satu soal besar mengenai dualisme perdagangan timah itu, bahaya parasitisme negara juga bisa dilihat dalam cara kerja BUMN-BUMN. Kita tentu masih mengingat upaya penggeledahan kinerja buruk BUMN-BUMN di awal periode kedua Jokowi, seperti yang dilakukan oleh Menteri BUMN. Contoh terbaik bisa diamati pada masalah PT. Garuda Indonesia, yang berujung pada pemecatan direktur utamanya, Ari Askhara.

Proses penelanjangan kualitas medioker BUMN-BUMN justru menjelaskan satu kenyataan, bahwa mereka memang sudah, sedang dan mungkin akan terus dihinggapi parasit-parasit ekonomi-politik jika negara absen. Dalam opini “Menteri ESDM dalam Kabinet Kompromi” (Kompas, 02/12/2019), Ferdy Hasiman menyodorkan analisis serius tentang mengapa BUMN-BUMN menjadi kerdil. Pengerdilan BUMN oleh parasit-parasit internal menjadi simbol state imprisoning, pemenjaraan negara, demi kepentingan kaum oligarki.

Negara dikerangkeng dan dikerdilkan dari dua arah sekaligus, yakni dari pebisnis-pebisnis dan dari aparatur-aparatur negara sendiri. Cara kerjanya bersifat subversif; pengeroposan negara dari dalam dengan memanfaatkan sifat parasit para pemegang kekuasaan dalam BUMN-BUMN dan Kementerian. Pembangunan Blok Masela yang seharusnya bisa mengurangi beban impor Migas, misalnya, memang sengaja dibikin gantung dan tak berdaya untuk kepentingan para importir. Demikian halnya dualisme perdagangan timah sangat bisa dibaca dari arah tersebut. Masih ada exit?

Memilih Negara

Intimidasi serius Jokowi terhadap para pembangun imperium mafia sejatinya bersasaran ganda dan tak terpisahkan seperti dua sisi mata uang. Negara hanya bisa melakukan outward reform (mengubah perilaku pebisnis-pebisnis nakal) hanya jika ia telah melakukan inward reform; reformasi dimulai dari istana sebagai episentrum kekuasaan. Indonesia pernah melewati fase-fase buruk dimana istana menjadi “hiposentrum” kekuatan mafia. Eksistensi mafia ditentukan oleh politik negara.

Tak ada jalan lain untuk bisa keluar dari pusaran masalah itu, selain perubahan kehendak baik para pemimpin. Istana satu-satunya yang bisa bertindak sebagai, Mosca menyebutnya, classi dirigenti: kelas pemimpin orkestra kebangsaan. Presiden sendiri mengepalai kelas ini. Reformasi sejati harus lahir dari sana. Sebab, sejarah hampir selalu menunjukkan bahwa perubahan sebuah bangsa dan negara selalu bersifat top-down; tingkah dan kehendak baik elit menjadi katalisator.

Akhirnya, ancaman dan peringatan keras negara (via pernyataan Jokowi) sekaligus merupakan taruhan eksistensi Presiden sebagai kepala negara dan pemerintahan. Metode puppeterisme (penyetiran penguasa sebagai boneka oleh elit dan mafia ekonomi-politik) atas Presiden yang mengisi sepanjang sejarah bangsa ini hanya bisa diberangus jika Presiden menghindari diri dari kematian ganda.

Indonesia hanya perlu satu Bursa Timah, dan BKDI/ICDX adalah satu-satunya Bursa Komoditi dan Penentu Harga Timah di Indonesia.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News