Ongko Laokao

Oleh: Dahlan Iskan

Ongko Laokao
Dahlan Iskan (kiri) saat melayat ke rumah duka Ongko Prawiro. Foto: Disway

Masyarakat Tionghoa Surabaya umumnya tahu kisah sukses ayah Ongko ini. Terutama kisah bagaimana ia sampai punya istri empat –dengan total anak 39 orang.

Waktu istri pertama sudah melahirkan lima anak, sang istri sakit keras. Tidak ada obat yang bisa menyembuhkan. Sang suami akhirnya mencari laokao –ahli guamia/hongsui– sampai ke Tiongkok.

"Agar istri tidak meninggal, nyawanya harus disambung," ujar sang laokao –kira-kira saja begitu. Cara menyambung nyawa itu adalah: harus ada istri kedua.

Dirundingkanlah "resep" laokao itu dengan sang istri. Setuju. Sang suami pun kawin lagi. Istri pertama sembuh. Keduanyi hidup rukun. Anak-anak pun lahir dari istri kedua.

Sepuluh tahun kemudian istri kedua pun sakit keras. Resep laokao sama: harus dicarikan sambungan nyawa. Itulah alasan perkawinan dengan istri ketiga. Tiga-tiganyi hidup rukun. Punya anak-anak pula.

Lalu, Anda sudah tahu kisah berikutnya. Setidaknya Anda sudah bisa menebak: istri ketiga pun sakit keras. Tidak bisa disembuhkan. Harus dicarikan nyawa sambungan lagi: istri keempat.

Sebetulnya masih harus dicari satu lagi nyawa sambungan berikutnya. Memang istri keempat belum sakit. Tapi perkawinan keempat itu sudah hampir 10 tahun. Padahal, menurut laokao, papa Ongko harus kawin setiap 10 tahun.

Namun, sang Engkong sudah tua. Tidak mau lagi. Salah satu istrinya pun meninggal dunia. Ia sendiri juga menyusul meninggal dunia, 1980-an.

Ongko Prawiro meninggal dunia dengan damai: di usia 75 tahun. Rabu 12 Januari 2022. Minggu sore sebelumnya dadanya terasa sesak.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News