Pak Ngateman

Oleh: Dhimam Abror Djuraid

Pak Ngateman
Presiden Joko Widodo (Jokowi). Foto: Ricardo/JPNN.com

Masing-masing orang mempunyai cara melakukan protes masing-masing. Ketika saluran protes secara formal tidak efektif, maka publik menggunakan caranya sendiri untuk menyalurkan protesnya.

Ada yang melakukannya dengan cara Suroto. Ada cara petani Karo, ada pula cara sederhana seperti yang dilakukan Pak Ngateman.

Ada pula cara menohok langsung seperti yang dilakukan oleh Wakil Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia KH Anwar Abbas.

Dalam kesempatan memberi sambutan pada acara ‘’Kongres Ekonomi Umat Islam’’ yang dihadiri Jokowi (11/12), Anwar Abbas mengkritik ketimpangan kepemilikan tanah di Indonesia.

Akibat kritik mendadak dan menohok itu Jokowi batal membacakan sambutan tertulis yang sudah disiapkan. Jokowi kemudian memakai kesempatan pidato pembukaan untuk menjawab kritik Anwar Abbas.

Momen ini menjadi viral dan mendapat tanggapan luas. Ada yang mendukung Anwar Abbas karena menganggap kritik adalah hak semua warga negara. Ada yang menanggapinya dengan keras seperti yang dilakukan oleh Ali Mochtar Ngabalin.

Jokowi juga menanggapi kritik itu dengan cukup keras. Nada bicara dan gestur tubuhnya menunjukkan bahwa dia marah. Jokowi mengakui bahwa memang terjadi ketimpangan karena pembagian tanah ratusan ribu hektare kepada orang-orang kaya, tetapi Jokowi dengan tegas mengatakan bukan dia yang membagi-bagi tanah itu.

Ali Mochtar Ngabalin—seperti biasa—lebih emosional menghadapi kritik Anwar Abbas. Ngabalin pernah menyebut Anwar Abbas berotak sungsang karena kritik kerasnya kepada Jokowi. Kali ini Ngabalin menganggap kritik Anwar Abbas sebagai kritik dungu.

Pak Ngateman bukan Jusuf Ismail atau Lee Harvey Oswald. Pak Ngateman tidak melempar granat.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News