Pakar: Presiden Berwenang Tidak Mengesahkan RUU Pertanahan
Tunda Pengesahan
Ida Nurlinda kembali menegaskan sikapnya bahwa tidak setuju terhadap pengesahan RUU Pertanahan dalam periode DPR saat ini mengingat bahaya yang akan muncul. Menurutnya, semua hal yang menjadi poin krusial dari RUU Pertanahan pada hakikatnya bersumber dari dasar filosofis RUU Pertanahan ini yang berbeda dengan UU Pokok Agraria (UUPA).
RUU Pertanahan jika dicermati secara keseluruhan tidak berpihak pada rakyat. Lebih berpihak pada penguasaha dengan dalih kepentingan umum. Misalnya dalam pengaturan bank tanah. Hal ini jelas bertentangan dengan filosofi UU PA yang sangat populis, sangat berpihak pada rakyat. Ketidaksinkronan inilah menjadi titik yang paling krusial dari RUU Pertanahan.
“Padahal, bagi rakyat Indonesia tanah merupakan sumber kehidupannya dan menjadi bagian yang tidak terpisahkan dalam kehidupannya,” ujar Prof Ida.
Sebelumnya, kalangan DPR seperti anggota Panja RUU Pertanahan dari Fraksi Golkar Firman Subagyo dan juga anggota Komisi IV DPR dari Fraksi Gerindra, Darori Wonodiro yang membidangi antara lain masalah Pertanian dan Kehutanan, juga menyatakan menolak RUU Pertanahan untuk disahkan. Mereka menilai RUU Pertanahan berpotensi menimbulkan konflik dan kerugian negara yang besar. Selain itu, RUU tersebut juga mempengaruhi investasi yang sesungguhnya ingin dipacu Presiden Jokowi.(fri/jpnn)
Pakar Hukum Agraria dari Universitas Pandjajaran, Bandung, Prof Ida Nurlinda menyatakan Presiden Joko Widodo berwenang untuk tidak mengesahkan RUU Pertanahan yang kini sedang menjadi polemik dan mendapat kritik dari sejumlah kalangan.
Redaktur & Reporter : Friederich
- Spesialis Permenkes
- Kunker ke NTB, Presiden Jokowi & Mentan Amran Bersepeda di Lombok
- Presiden Jokowi Senang Produksi Jagung Meningkat di Sumbawa NTB
- Menko Airlangga dan Sekjen OECD Bahas Akselerasi Keanggotaan Indonesia
- Jokowi Bakal Menonton Timnas U-23 Indonesia vs Irak di Kamar: Menang, Insyaallah
- Menko Airlangga Mewakili Presiden Jokowi Terima Penyerahan Peta Jalan Aksesi dari OECD