Pancasila: Ideologi Jalan Tengah

Oleh: IR HM IDRIS LAENA, MH (Sekretaris Fraksi Golkar MPR RI)

Pancasila: Ideologi Jalan Tengah
Sekretaris Fraksi Golkar MPR RI, Ir. HM Idris Laena, MH. Foto: Humas MPR RI

jpnn.com - Selama menjadi Anggota Legislatif, satu hal yang paling menarik perhatian saya adalah ketika kita berbicara tentang PANCASILA.

Dalam pikiran saya, alangkah hebatnya Founding Father kita yang telah merumuskan dasar negara, Ideologi yang sekaligus Falsafah hidup bagi seluruh rakyat Indonesia. Dengan merumuskan lima kalimat bertuah yang kemudian disebut Lima sila.

Bagi sebagian besar orang, mungkin ini dianggap sebagai hal yang biasa saja. Tetapi pernahkah terpikir oleh kita bahwa proses untuk merumuskan kalimat demi kalimat, serta merangkum dalam satu bingkai sakti yang dinamakan PANCASILA, bukanlah perkara mudah.

Ketika berkunjung Ke Perpustakaan Leiden University, di Negeri Belanda, kami sempat berdiskusi dengan beberapa Profesor disana, dan yang mengagetkan adalah ketika mereka mengatakan:

“Kami tidak merasa pernah menjajah Indonesia, Karena Indonesia baru ada setelah merdeka, yang terjadi sebenarnya adalah bahwa Nedherland memiliki Koloni, yang berupa kerajaan-Kerajaan yang ada di Nusantara.”

Menyimak secara seksama pernyataan itu, meskipun sempat berdebat dengan mereka, dalam batin saya, luar biasa para pendiri bangsa ini. Karena ternyata mereka mendirikan Satu bangsa besar bernama INDONESIA, dari serpihan-serpihan kerajaan yang ada di Nusantara, yang terdiri dari puluhan ribu pulau, dengan ribuan bahasa dan keanekaragaman budaya dan Agama. Dan hanya dimulai dengan Semangat para Pemuda yang mendeklarasikan SUMPAH PEMUDA.

Yang menarik bahwa, para pemuda kita saat itu, 28 Oktober 1928 Berani bersumpah, ”Bertumpah darah yang Satu, Tanah Air Indonesia, Berbangsa yang satu, Bangsa Indonesia, dan Menjunjung Bahasa yang satu, Bahasa Indonesia”. Padahal secara Teritory, Wilayah yang akan mereka sebut INDONESIA itu, masih berupa kerajaan-Kerajaan yang ada dihamparan Nusantara.

Belum lagi Bicara Tradisi, Budaya dan Agama, yang begitu beragam. Bagaimana mungkin bisa disatukan.

Yang menarik, menurut Idris Laena, para pemuda saat itu, 28 Oktober 1928 Berani bersumpah: Bertumpah darah yang Satu, Tanah Air Indonesia, Berbangsa yang satu, Bangsa Indonesia, dan Menjunjung Bahasa yang satu, Bahasa Indonesia.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News