Panglima Laot, Organisasi Penegak Hukum Adat Laut Aceh (1)

Dimotori Anak Muda Berpendidikan Tinggi

Panglima Laot, Organisasi Penegak Hukum Adat Laut Aceh (1)
Penjaga Hukum Adat: Pengurus Panglima Laot, Teuku Muttagim (kiri) dan Miftahuddin Cut Adek di Banda Aceh. (foto: Agus Wahyudi/Jawa Pos)
Di organisasi adat tersebut, pemegang tampuk kekuasaan tertinggi mendapatkan panggilan sama dengan lembaga itu: Panglima Laot. Pada abad ke-14, ketika Aceh masih diperintah raja, lembaga itu merupakan kepanjangan tangan sultan yang memerintah. Tugasnya, sebagai pemungut pajak. Kadang, panglima juga mendapat peran tambahan, memobilisasi rakyat untuk perang apabila kerajaan mendapatkan ancaman musuh.

Rakyat yang dikomando ya para nelayan itu. Dalam sejarah Aceh, Pahlawan Nasional Teuku Umar adalah Panglima Laot terakhir utusan Sultan Muhammad Daud Syah, raja Aceh terakhir. Perkembangan zaman membikin semuanya berubah. Perlahan terjadi pergeseran. Menurut budayawan Belanda Snouck Hurgronje, Panglima Laot bukan lagi kepanjangan tangan sultan.

Keberadaannya kini menjelma menjadi pemimpin adat yang mengatur tetek bengek praktik kenelayanan di pantai-pantai Aceh. Namun semasa penjajahan Belanda, keberadaan Panglima Laot seperti mati suri. Panglima Laot antara ada dan tiada.

Nah, sejak 2000, sejumlah panglima di pelabuhan-pelabuhan kecil Aceh berkumpul. Mereka menginginkan hukum adat laut di Aceh ditegakkan kembali. Akhirnya, terbentuklah Panglima Laot dari berbagai tingkatan. Mulai provinsi hingga struktur terendah tingkat kecamatan. "Panglima Laot sekarang lebih terorganisasi," jelasnya. Kini tercatat ada 173 Panglima Laot dalam berbagai tingkatan. (oki)

Hukum adat Aceh terjaga karena kiprah anak-anak muda. Melalui Panglima Laot, mereka bisa memobilisasi ribuan orang agar bekerja untuk pemulihan tsunami


Redaktur & Reporter : Soetomo Samsu

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News