Parlemen Nilai Boediono Terlalu Pasif

Parlemen Nilai Boediono Terlalu Pasif
Parlemen Nilai Boediono Terlalu Pasif
JAKARTA - Berdasar hasil riset Lingkaran Survei Indonesia (LSI), salah satu penyebab rapor merah setahun pemerintahan adalah kinerja Wakil Presiden Boediono. Bak gayung bersambut, kalangan parlemen menilai popularitas pemerintah menurun karena gaya pasif yang ditunjukkan Boediono. "Boediono tidak ada apa-apanya dibanding JK (Jusuf Kalla, Red)," ujar Fahri Hamzah, wakil Sekjen Bidang Komunikasi Politik DPP PKS, di gedung parlemen, Jakarta, kemarin (21/10).

Menurut dia, sejak awal PKS memang mempertanyakan pilihan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono yang menetapkan Boediono. Sebagai sosok yang akrab di dunia perbankan, Boediono ditransformasikan untuk menjadi seorang politikus mendampingi SBY. Namun, dalam setahun pemerintahan, terbukti kontribusi Boediono sebagai Wapres relatif minim. "Wajar kalau publik menyalahkan dia (Boediono, Red) karena hanya embel-embel (sebagai Wapres)," sorot Fahri.

Berbagai kejadian multidimensi selama setahun ini, ujar dia, juga disebabkan pasifnya sikap pemerintah yang tidak mampu meyakinkan publik atas setiap kontroversi yang terjadi. Posisi Boediono seakan dibatasi karena semua wewenang saat ini ditangani SBY. "Pak Boediono itu ngapain jadi politikus" Lebih baik urusin bank saja. Sebab, setiap ada kontroversi, politikus itu harus berani tampil meyakinkan orang," kritik anggota Komisi III DPR tersebut.

Dikonfirmasi terpisah, Ketua DPP Partai Golkar Priyo Budi Santoso menilai, mau tidak mau, publik tentu akan membanding-bandingkan posisi Boediono dengan JK. Saat menjadi Wapres, JK memiliki peran lebih untuk berbicara tentang isu bangsa, terutama fungsi perekonomian. "Dulu Pak JK yang gas, Pak SBY yang rem. Sekarang sama-sama dalam posisi rem," ujarnya.

JAKARTA - Berdasar hasil riset Lingkaran Survei Indonesia (LSI), salah satu penyebab rapor merah setahun pemerintahan adalah kinerja Wakil Presiden

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News