Pasar Tradisional Susut 15 Persen Setiap Tahun

Dampak Kebijakan Neoliberal

Pasar Tradisional Susut 15 Persen Setiap Tahun
Pasar Tradisional Susut 15 Persen Setiap Tahun
JAKARTA - Pengamat ekonomi dari Universitas Kristen Indonesia (UKI) Jakarta, Prof Nizam Jim Wiryawan menilai, pertarungan pilpres 2009 sudah tidak diwarnai isu Jawa-luar Jawa. "Tapi pertarungan paham nasionalis dengan internasionalis, yakni yang berpaham neoliberalisme," ujarnya pada diskusi bertema 'Perspektif Ekonomi Indonesia Pascapilpres 2009' di Hotel Ambhara, Jakarta, Minggu (31/5). Diskusi digelar DPP Pemuda Demokrat Indonesia.

Rakyat, lanjutnya, disodori dua pilihan, yakni capres yang ingin mewujudkan ekonomi kerakyatan atau yang ingin membawa bangsa ini tetap dikendalikan kekuatan asing. Dia lantas menyetir ucapan Soekarno bahwa seorang pemimpin tidak akan bisa mewujudkan keadilan rakyat selama masih menerapkan paham ekonomi liberal.

Dia lantas mengkritik kebijakan pemerintahan SBY yang tidak memikirkan ekonomi kerakyatan. Buktinya, dalam beberapa tahun terakhir, setiap tahunnya jumlah pasar tradisional berkurang sebanyak 15 persen. Di sisi lain, jumlah pasar-pasar modern bertambah 30 persen setiap tahunnya. "Jadi, kalau bilang 'lanjutkan', itu jelas salah. Mestinya stop," sindirnya.

Senada dengan Jim, pendapat pengamat ekonomi Ichsanuddin Noorsy. Menurutnya, kalau pemerintahan SBY tidak mau dituduh berpaham neolib dengan alasan telah menerapkan program Bantuan Langsung Tunai (BLT), itu alasan yang salah. "Karena BLT merendahkan harga diri warga penerima BLT. Penerapan paham ekonomi neolib memang telah merendahkan harga diri bangsa," ujarnya. (sam/JPNN)

JAKARTA - Pengamat ekonomi dari Universitas Kristen Indonesia (UKI) Jakarta, Prof Nizam Jim Wiryawan menilai, pertarungan pilpres 2009 sudah tidak


Redaktur & Reporter : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News