Pawang Hujan Penjinak Banjir

Pawang Hujan Penjinak Banjir
Pawang Hujan Penjinak Banjir
  Ketiga, mengatur DAS – Daerah Aliran Sungai, yang bisa dijadikan reservoir alam, cadangan air tanah yang alami. Pemahaman DAS itu bukan hanya kawasan di kiri kanan sungai, tetapi termasuk punggung bukit, yang dilewati air. Termasuk membangun waduk, agar aliran air bisa terkendalikan. DAS di kawasan atas Jakarta itu luasnya 200.000 hektare, dan Jakarta sendiri hanya 60.000. Tiap tahun Jakarta dilalui 3,3 Miliar kubik air. Yang 1,5 Miliar kubik diantaranya dimanfaatkan oleh warga Jakarta selama setahun. “Sisanya, mengalir ke laut begitu saja,” kata dia.

  Dari 1,5 Miliar kubik itu, yang 1,3 Miliar kubik air diperoleh dari bawah tanah, setelah membuat sumur pengeboran. Ini yang membuat, permukaan tanah di kota Jakarta terus mengalami penurunan, dan karena laut berinviltrasi jauh menjorok di ke kawasan darat. Maka, banyak daerah yang dulu sumurnya air tawar, sekarang berubah menjadi air garam. Kalau tiga poin di atas itu bisa terlaksana secara massal, maka secara beransur problem banjir kiriman itu akan terkendali.

  Berapa persentase penurunan debit air dari atas yang tergelontor ke ibu kota? Yang ujung-ujungnya membuat Jakarta beredam air cokelat? Kapan dan berapa tahun lagi Jakarta jadi bebas banjir? Sangat tergantung efektivitas si “pawang banjir”! Juga tergantung, drainage atau penataan air dalam kota yang makin tidak balance.

Tergantung keseriusan Gubernur Jokowi. Tergantung Menteri PU Djoko Kirmanto menuntaskan saluran air. Tergantung warga Jakarta yang disiplin pembuangan dengan sampah. Tergantung political will Presiden SBY. Tergantung DPR RI yang memberi lampu hijau. Dan tergantung, nasib! (*)  

Sepekan ini curah hujan Jakarta berhasil dikendalikan. Gubernur Jokowi melakukan rekayasa cuaca dengan memecah awan cummulus di atas Selat Sunda.


Redaktur & Reporter : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News