PB IDI: Sistem Rujukan JKN Tidak Maksimal

PB IDI: Sistem Rujukan JKN Tidak Maksimal
Sebuah seminar kesehatan inisiasi Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI), di Jakarta. Foto: Ist

jpnn.com, JAKARTA - Wakil Ketua Umum III Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI) Dr Prasetyo Widhi Buwono, Sp.PD-KHOM mengkritisi sistem rujukan dalam Jaminan Kesehatan Nasional (JKN). Menurut dia, sistem rujukannya tidak berjalan maksimal sehingga penanganan pasien Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan lebih banyak di rumah sakit.

"Idealnya 30-40 persen dana JKN untuk layanan primer atau dokter umum. Nyatanya sampai saat ini hanya 16,7 persen. Pasien lebih banyak menumpuk di rumah sakit," terang Prasetyo dalam diskusi kesehatan di Kantor PB IDI, Jakarta, Senin (25/3).

Menanggapi itu, Asisten Deputi Bidang Utilisasi dan Anti-Fraud Rujukan, BPJS Kesehatan, Elsa Novelia mengungkapkan, sistem rujukan sudah bagus. Dulu 60 persen layanan pasien di rumah sakit, sekarang tinggal 30 persen. Artinya FKTP (fasilitas kesehatan tingkat pertama) sudah memilah mana pasien yang harus dirujuk.

Pada kesempatan tersebut, Direktur Eksekutif Gabungan Perusahaan Farmasi Indonesia Dorodjatun Sanusi menyampaikan, peluang untuk meningkatkan pelayanan yang komprehensif dan lebih bermutu dengan tanpa meningkatkan beban bagi BPJS Kesehatan serta pemerintah bisa diwujudkan melalui penerapan Perpres 82/2018 pada skema “Free & Fee”.

Pada skema ‘Free’, peserta kategori penerima bantuan iuran secara gratis dirancang untuk menerima perawatan dasar (basic treatment) pada kelas rumah sakit tertentu serta pemberian obat basic yang sesuai ketentuan.

Sedangkan skema Fee peserta yang secara mandiri membayarkan tambahan obat akan mendorong baik pada Rumah Sakit maupun Pedagang Besar Farmasi (PBF).

"Melalui rancangan seperti ini peserta diberikan jumlah obat yang sesuai dengan penyakitnya, sehingga mereka tidak perlu direpotkan dengan pembatasan yang selama ini diterapkan. Dengan demikian proses perawatan menjadi lebih optimal dan kualitas hidup pasien menjadi lebih baik," paparnya.

Untuk mendukung skema yang diusulkan tersebut, pelibatan asosiasi profesi (dokter dan spesialis) berperan penting agar dapat menyusun petunjuk pelaksanaan yang detil atas kewajiban rincian komponen obat per jenis penyakit yang sesuai dengan International Therapeutic Management.

Wakil Ketua Umum III Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI) Dr Prasetyo Widhi Buwono, Sp.PD-KHOM mengkritisi sistem rujukan dalam Jaminan Kesehatan Nasional (JKN). Menurut dia, sistem rujukannya tidak berjalan maksimal sehingga penanganan pasien

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News