Pedang Bermata Dua: Industri Nikel yang Menguntungkan Tapi Juga Mengancam Kesehatan dan Lingkungan

Pedang Bermata Dua: Industri Nikel yang Menguntungkan Tapi Juga Mengancam Kesehatan dan Lingkungan
Salah satu aktivitas pertambangan di Maluku Utara yang melakukan ekspor biji nikel ke luar negeri. Foto: Antara/Abdul Fatah

IMIP awalnya berfokus pada pemurnian bijih nikel untuk industri baja tahan karat (stainless steel). Namun dalam beberapa tahun terakhir teknologi baru mulai digunakan untuk mengolah nikel menjadi bahan untuk baterai kendaraan listrik.

Pergeseran ini mencerminkan tren yang lebih luas dalam industri nikel di Indonesia yang berkembang pesat. Di satu sisi menciptakan peluang bagi sebagian orang, tapi bagi sebagian lainnya mereka harus berjuang keras untuk bertahan hidup.

'Susah sekali untuk kami orang laut'

Ketika pembangunan IMIP dimulai pada tahun 2013, mereka mengalirkan listrik ke desa-desa serta menyumbangkan perahu untuk warga, kata penduduk desa kepada ABC.

Sakka menggunakan perahu ini untuk melakukan perjalanan yang jaraknya bisa jauh untuk mencari ikan di Laut Banda. Tapi, menangkap ikan di sana tidak terjamin, karena menangkap ikan di perairan dalam lebih sulit.

"Tapi buat apa perahu kalau ikannya tidak ada?" kata Sakka.

Sakka juga harus membayar lebih untuk beli bensin. Ia juga mengatakan penduduk desa tidak lagi bisa berenang di air di sekitar rumah mereka karena membuat kulit mereka gatal.

"Kami sudah tidak pernah mandi di laut lagi sekarang."

Astia membuka toko kelontong kecil dua tahun lalu karena pendapatan suaminya dari menangkap ikan tidak bisa lagi diandalkan.

Apakah kendaraan listrik benar-benar ramah lingkungan jika proses pembuatan baterainya memiliki dampak bagi kesehatan dan lingkungan? Bagaikan pedang bermata dua, ada keuntungan serta ancaman bagi warga yang tinggal di kawasan industri nikel

Sumber ABC Indonesia

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News