Pedang Bermata Dua: Industri Nikel yang Menguntungkan Tapi Juga Mengancam Kesehatan dan Lingkungan

Pedang Bermata Dua: Industri Nikel yang Menguntungkan Tapi Juga Mengancam Kesehatan dan Lingkungan
Salah satu aktivitas pertambangan di Maluku Utara yang melakukan ekspor biji nikel ke luar negeri. Foto: Antara/Abdul Fatah

Upaya dunia untuk beralih menggunakan kendaraan listrik mendorong pesatnya industri nikel di Indonesia. Namun apakah warga di sekitar kawasan industri mendapatkan keuntungan? dari ABC News mengunjungi Sulawesi untuk mencari jawabannya.

Ini adalah Dusun Kurisa, rumah bagi orang Bajo yang dikenal sebagai pelaut yang tangguh, penangkap ikan yang jitu, serta penyelam yang andal.

Tetapi untuk orang Bajo seperti Sakka, laut yang menjadi tumpuan hidupnya sudah berubah.

"Airnya panas, tidak ada ikan yang bisa ditangkap," tutur Sakka.

"Dulu kami punya banyak ikan putih di keramba di bawah sini, tapi semuanya mati."

Sakka dan orang Bajau lain yang tinggal di Kurisha menuduh matinya ikan-ikan akibat suhu air yang meningkat akibat air panas dari "perusahaan" yang terletak tak jauh dari desanya.

"Perusahaan" yang dimaksud adalah kawasan industri nikel yang luas, yakni Indonesia Morowali Industrial Park (IMIP). Kawasan ini memiliki kepentingan strategis nasional bagi Indonesia dan salah satu pengolahan mineral terluas pertama yang memungkinkan Indonesia menjadi penyuling nikel terbesar di dunia.

Dibangun dengan investasi miliaran dolar, yang sebagian besar berasal dari Tiongkok selama dekade terakhir, IMIP memiliki luas lebih dari 20 kilometer persegi dengan infrastruktur termasuk bandara, pelabuhan, dan akomodasi bagi pegawainya yang bekerja di 52 perusahaan.

Apakah kendaraan listrik benar-benar ramah lingkungan jika proses pembuatan baterainya memiliki dampak bagi kesehatan dan lingkungan? Bagaikan pedang bermata dua, ada keuntungan serta ancaman bagi warga yang tinggal di kawasan industri nikel

Sumber ABC Indonesia

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News