Pelabelan Kemasan Mematikan Industri Pangan, IPF: Kami Enggak Jualan Jadinya

Pelabelan Kemasan Mematikan Industri Pangan, IPF: Kami Enggak Jualan Jadinya
Ilustrasi kemasan plastik. Foto: dokumentasi IPF

“Seperti peningkatan nilai tambah melalui hilirisasi, penerimaan devisa dari investasi dan ekspor hingga penyerapan tenaga kerja yang sangat banyak,” papar Putu Juli.

Koordinator Pengaduan dan Hukum Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Sularsi mengatakan kebijakan itu perlu dikoordinasikan terlebih dulu dengan para pelaku usaha.

"Ini, kan, mengakomodasi tiga pihak, yaitu pemerintah, pelaku usaha, dan konsumen. Kalau pemerintah itu membuat peraturan tetapi tidak bisa diimplementasikan, kan, konyol namanya,” ujar Sularsi.

Dia menyampaikan selama ini pelabelan kemasan pangan sudah diatur bahwa kemasan itu harus menggunakan bahan-bahan yang sudah dipastikan keamanannya untuk makanan atau minuman yang akan dikemas dengan wadah tersebut.

Kemasan plastik seperti galon, lanjut Sularsi, bahkan sudah ada standar yang ditetapkan oleh Kementerian Perindustrian.

Polemik wacana pelabelan ini dimulai dengan munculnya sebuah organisasi bernama Jurnalis Peduli Kesehatan dan Lingkungan (JPKL) yang sejak tahun lalu mengusung isu potensi kandungan BPA pada galon kemasan polikarbonat yang telah puluhan tahun dikonsumsi secara aman oleh masyarakat Indonesia.

Untuk diketahui, Kementerian Komunikasi dan Informatika telah mengategorikan info tentang isu BPA ini sebagai hoaks jenis disinformasi atau berita bohong yang disebarkan dengan tujuan tertentu. (mcr9/jpnn)

Ketua IPF Henky Wibawa menolak keras BPOM yang berencana melakukan pelabelan semua kemasan makanan dan minuman yang beredar di pasaran dengan mencantumkan keterangan lolos batas uji aman zat aditif tertentu. Kebijakan itu dianggap mematikan industri panga


Redaktur : Boy
Reporter : Dea Hardianingsih

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News