Pemenang Sejati untuk Hati dan Perilaku Kita

Pemenang Sejati untuk Hati dan Perilaku Kita
Menpora Imam Nahrawi. FOTO: dok/jpnn.com

Namun, fakta menunjukkan sebaliknya, sebagian dari kita justru menjadikan Ramadhan sebagai persiapan untuk berpesta pora saat Idul Fitri tiba. 

Orang berlomba-lomba, “mengadakan” sesuatu yang sebetulnya dia sendiri belum mampu “mengadakan”. 

Perilaku ini  lah yang lantas memicu terjadinya perilaku-perilaku yang tidak sesuai dengan tuntunan agama, seperti pemerasan, pencurian, perampokan, penipuan dan termasuk korupsi. 

Idul Fitri justru menjadi ajang adu gengsi untuk menunjukkan kesuksesan dan kemewahan kepada yang lain.

Padahal, Idul Fitri (ied; kembali, fitri; kesucian), sejatinya adalah puncak dari proses kita selama satu bulan penuh melatih diri kita menjadi pribadi yang sederhana, bersahaja, peka terhadap mereka yang lemah dan menjadi teladan kebaikan kepada sesama. 

Inilah yang disebut dengan Hari Raya kemenangan, kita menang bukan atas siapa-siapa melainkan kita menang terhadap diri kita sendiri karena sudah mampu menundukkan hasrat dan hawa nafsu kita yang selama ini kalau diberi kesempatan inginnya berlebih-lebihan, sombong dan tidak peduli terhadap kehidupan orang lain.

Tidak heran, jika dalam satu kesempatan Nabi Muhammad SAW pernah menyampaikan kepada para Sahabat usai Perang Badar dengan mengatakan “Rojakna min jihadil asghar ila jihadil akbar” (kita telah kembali dari jihad yang kecil menuju jihad yang besar). 

Para sahabat bertanya-tanya, jihad yang besar seperti apa yang melebihi Perang Badar? Nabi Muhammad SAW menjawab yaitu jihad melawan hawa nafsu. Di sinilah letak keutamaan Bulan Ramadan. 

BAGI sebagian orang, Hari Raya Idul Fitri sering diidentikkan dengan baju baru, mobil baru bahkan rumah baru. Tak heran jika selama bulan Ramadhan,

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News