Pemerintah dan DPR Responsif, Ansy Lema: Perppu KPK Tak Perlu Diterbitkan

Pemerintah dan DPR Responsif, Ansy Lema: Perppu KPK Tak Perlu Diterbitkan
Anggota DPR RI dari PDI Perjuangan, Yohanis Fransiskus Lema atau Ansy Lema (kanan). Foto: Dokpri for JPNN.com

“Terkait ini pemikir Jurgen Habermas menekankan pentingnya proses penalaran dialektis dalam pengambilan keputusan publik.” 

Ansy mengatakan, tentu saja korupsi adalah musuh bersama yang harus dilawan, sebagaimana disuarakan mahasiswa. Karena itu, ia misalnya secara pribadi berkomitmen untuk hanya akan menerima uang yang ada potongan pajaknya dan tidak menerima gratifikasi. Pejabat publik juga tidak boleh terjebak pada konflik kepentingan (conflictnof interest). Akar korupsi adalah karena pejabat tidak bebas dari konflik kepentingan.

“Pejabat publik jatuh karena orang dekat (suami, istri, anak, ponakan, kakak, adik saudara dan tim pemenangan) yang minta proyek. Maka saya akan tegas terlebih dahulu terhadap orang dekat saya. Jangan ada yang manfaatkan kekuasaan untuk main proyek, untuk perkaya diri,” tegasnya.

Namun, kata dia, lembaga hukum seperti KPK harus siap untuk dikoreksi dan direvisi. Lembaga yang tidak mau diawasi dan dikoreksi justru mengangkangi semangat demokrasi. Menurutnya, pengawasan terhadap KPK penting dalam sistem demokrasi. KPK memiliki wewenang penyadapan dan penangkapan. 

Menurutnya, untuk mencegah terjadinya abuse of power, keberadaan lembaga pengawas menjadi sangat penting. Lembaga pengawas harus dipikirkan seperti apa modelnya. Aneh jika dalam sistem demokrasi, masih ada lembaga publik yang imun terhadap pengawasan.

“Lantas seperti apa modelnya? Model lembaga pengawasan KPK tentu haruslah rasional. Tanpa pengawasan rentan terjadinya abuse of power. Lord Acton sudah mengingatkan power tends to corrupt, absolute power corrupts absolutely. Rasional dalam arti, pemerintah dan DPR wajib mendengar masukan dari berbagai kalangan dalam membuat format lembaga pengawasan yang membuat KPK menjadi semakin kuat dan tangguh mengahadapi kasus-kasus korupsi,” tambah Juru Bicara Ahok di Pilgub DKI Jakarta itu.

Namun, diskursus terus menerus tentu harus ada ujungnya. Menurut Habermas, harus ada konsensus minimal dalam arti, tentu tidak semua aspirasi masyarakat diakamodir mengingat aspirasi yang muncul bersifat plural atau majemuk. Maka, harus ada pembatasan yang jelas untuk mencapai konsensus. Diskursus yang paling rasional yang akan diambil sebagai bahan dan preferensi untuk merancang UU tersebut. Untuk itu, keputusan Presiden penting. Presiden harus mengambil keputusan karena keputusan Presiden akan mengakiri semua polemik yang muncul dari ruang publik.  

Ansy mengatakan, tidak semua keputusan politik Presiden bisa memuaskan semua pihak. Pasti ada yang tidak puas. Jika ada yang tak puas dengan keputusan Presiden terkait UU KPK, bisa ditempuh melalui mekanisme konstitusional, yakni mengajukan gugatan ke MK. 

Ansy Lema menilai Presiden Jokowi tak perlu menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Komisi Pemberantasan Korupsi (Perppu KPK).

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News