Pemerintah Diingatkan Ancaman Lonjakan Pengangguran Akibat Kebijakan Cukai yang Salah

Pemerintah Diingatkan Ancaman Lonjakan Pengangguran Akibat Kebijakan Cukai yang Salah
Kanwil Bea Cukai Jawa Tengah DIY mengajak pemerintah daerah untuk bersama membangun kawasan industri hasil tembakau (KIHT). Foto: Humas Bea Cukai

Lebih lanjut, jika jumlah pabrikan tembakau kecil dan menengah semakin sedikit, hal ini akan berdampak pada keberlangsungan petani tembakau. Hal ini dikarenakan beragamnya jenis dan kualitas tembakau di Indonesia, yang selama ini diserap oleh kategori perusahaan yang berbeda pula. Kerugian petani tembakau sudah tercermin setelah adanya kenaikan tarif cukai dan HJE tembakau, masing-masing sebesar 23% dan 35% pada awal tahun ini, yang sontak membuat hasil panen petani tembakau tidak laku selama 6 bulan.

Anggota Komisi IV Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Firman Soebagyo menyatakan rencana penyederhanaan tarif cukai dan penggabungan volume produksi SKM dan SPM yang sempat bergulir dinilai sangat merugikan pabrikan. Karenanya, ia meminta pemerintah membatalkan rencana penyederhanaan tarif cukai tembakau. Penyederhanaan tarif cukai dikhawatirkan merugikan industri hasil tembakau skala menengah dan kecil.

"Jika itu diterapkan dapat mematikan industri pertembakauan khususnya yang masuk pada golongan III," kata Firman. Menurut politisi partai Golkar ini, rencana tersebut jangan dilakukan secara terburu-buru, terlebih pada rencana penggabungan volume produksi. Sebab, kedua jenis produk hasil tembakau, SKM dan SPM sangat berbeda. "Intinya, rencana ini harus diperhitungkan dengan baik dan didiskusikan dengan semua pemangku kepentingan," paparnya.

"Dampak negatifnya, golongan menengah dan kecil yang menyerap tenaga kerja cukup tinggi akan gulung tikar. Jumlah pabrik rokok golongan menengah dan kecil jumlahnya cukup banyak terutama di Jawa Timur, kalau ini dilakukan, terjadi PHK secara besar-besaran,” ujarnya.

Lebih lanjut, beberapa pertimbangan yang harus menjadi perhatian pemerintah dalam melakukan simplifikasi cukai, bahwa IHT di Indonesia sangat beragam dari aspek modal, jenis, hingga cakupan pasar.

“Pemerintah mesti memperhatikan keberlangsungan lapangan pekerjaan bagi para tenaga kerja dan pelaku yang terlibat langsung maupun tidak langsung terhadap IHT. Jangan sampai aturan tersebut menciptakan persaingan usaha yang tidak sehat melalui praktik oligopoli bahkan monopoli," tutur Firman.

Firman menambahkan, jika peraturan simplifikasi cukai dilakukan, tren investasi di sektor IHT akan menurun dan mengancam pabrikan rokok nasional. “Sebaiknya pemerintah harus mengutamakan kepentingan industri rokok nasional. Dibutukan regulasi yang melindungi industri hasil tembakau nasional,” tegasnya.

Peneliti senior Universitas Padjadjaran (Unpad), Bayu Kharisma menuturkan, jika simplifikasi tarif cukai tembakau diterapkan, justru berpotensi menurunkan penerimaan negara. Hal itu tidak sejalan dengan semangat pemerintah yang ingin meningkatkan sumber penerimaan negara.

Perubahan kebijakan maupun kenaikan tarif cukai menjadi hal yang dapat mengancam keberlangsungan Industri Hasil Tembakau (IHT)

Sumber Antara

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News