Pemimpin Perempuan di Asia, Antara Tekanan dan Stereotipe

Pemimpin Perempuan di Asia, Antara Tekanan dan Stereotipe
Halimah Yacob. Foto: The Strait Times

”Absennya para perempuan dari tangga kepemimpinan bisa melahirkan dampak jangka panjang yang tidak menyenangkan bagi kesetaraan gender,” papar Denning sebagaimana dilansir situs asianentrepreneur.

Itulah yang membedakan mereka dengan para kolega di Eropa. Bukannya mereka tak mengalami tekanan. Tapi, demokrasi yang telah matang dan mapan menyebabkan tegaknya kesetaraan hak dan gender.

Kanselir Jerman Angela Merkel, misalnya, bisa dibilang merupakan pemimpin paling kuat dan berpengaruh di dunia saat ini.

Merkel seperti menjadi ”perempuan besi” berikutnya setelah Margaret Thatcher, PM Inggris yang legendaris itu.

Lalu, akankah sentimen penolakan kepada Halimah Yacob membesar dan bisa berdampak pada pemakzulan seperti yang dialami Yingluck dan Park Geun-hye di Korsel?

Melihat latar belakang perpolitikan Singapura, sepertinya memang tidak. Tapi, apa yang dialami Yingluck, Park, Benazir bisa menjadi tempat becermin.

”Glass ceiling bisa disiasati lewat inovasi dan gaya kepemimpinan yang simpatik,” kata Denning. (BBC/usnews/hep/c10/ttg)


Banyak pemimpin perempuan lahir di Asia. Namun, cerita mereka jarang yang berhakhir indah


Redaktur & Reporter : Adil

Sumber Jawa Pos

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News