Pemohon Visa Permanen Protes Kebijakan Prioritas Pemerintah Australia

Ia mengatakan sudah menunggu proses visa permanennya selama 19 bulan.
Zita mendapatkan gelar S2 di tahun 2017 setelah kuliah dua tahun, kemudian bekerja sebagai manajer kantor dan mengurus toko bunga miliknya di Adelaide.
"Tanpa visa 887 saya akan memiliki masalah untuk membeli rumah karena saya akan menjadi pembeli asing. Saya harus membayar biaya tambahan sebesar tujuh persen sebagai warga asing," katanya.
"Uangnya banyak yang diperlukan."
"Bila kita ingin menetap di sebuah negara, kita akan merasa lebih aman kalau memiliki rumah sendiri."
Bagi Dipesh Khanal, seorang perawat di Toowoomba di negara bagian Queensland, status warga permanen berarti mengakui adanya sumbangan yang dia berikan kepada masyarakat.
Dipesh yang tiba di Australia dari Nepal di tahun 2007, mengajukan visa 887 di bulan September 2020, setelah bekerja selama tiga tahun di sebuah pusat perawatan lanjut usia di Parkes di negara bagian New South Wales.
Dia mengatakan keputusan pemerintah untuk memberikan prioritas bagi pemohon dari luar Australia "sangat menyakitkan".
Frustrasi sudah menunggu sampai dua tahun untuk proses pengajuan visa 'permanent resident', mereka yang masih masih mengantungi visa sementara di Australia marah
- Dunia Hari Ini: Setidaknya Delapan Orang Tewas Setelah Serangan India ke Pakistan
- Industri Alas Kaki Indonesia Punya Potensi Besar, Kenapa Rawan PHK?
- Apa Arti Kemenangan Partai Buruh di Pemilu Australia Bagi Diaspora Indonesia?
- Dunia Hari Ini: Presiden Prabowo Ucapkan Selamat Atas Terpilihnya Lagi Anthony Albanese
- Partai Buruh Menang Pemilu Australia, Anthony Albanese Tetap Jadi PM
- Korea Selatan dan Australia Ramaikan Semarang Night Carnival 2025