Penasihat Menteri LHK: RUU Omnibus Law Harus Bisa Menyelesaikan Masalah Tingkat Tapak

Penasihat Menteri LHK: RUU Omnibus Law Harus Bisa Menyelesaikan Masalah Tingkat Tapak
Guru Besar Fakultas Kehutanan Universitas Gadjah Mada (UGM), Profesor San Afri Awang. Foto: Dokpri

jpnn.com, JAKARTA - Profesor San Afri Awang, salah satu penasihat senior Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Siti Nurbaya berkesempatan menjadi pembicara dalam acara Indonesia Environment Talks 2020 yang digelar secara virtual, Kamis (7/8).

Dalam kegiatan itu, dia menyoroti RUU Omnibus Law Cipta Kerja pada aspek kehutanan dan lingkungan.

Menurut San Afri yang juga merupakan guru besar dari Universitas Gajah Mada (UGM) ini, RUU Omnibus Law itu harus bisa menyelesaikan masalah yang selama ini belum rampung, khususnya di tingkat tapak.

“Perubahan (pada RUU Omnibus Law) harus mengacu kepada pembukaan industri penanaman modal maupun memberikan akses langsung kepada rakyat,” ujar San Arfi, Kamis (7/5).

San Afri juga memberikan catatan terkait UU Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan. Terlebih untuk Pasal 15 yang mengatur soal pengukuhan kawasan hutan.

“Karena diketahui saat ini ada 37 juta hektare hutan yang belum dikukuhkan dan berpotensi terjadi konflik,” kata San Afri.

Nantinya, dalam RUU Omnibus Law, aturan pengukuhan hutan ini bakal disederhanakan. San Afri menegaskan, terpenting dalam proses pengukuhan hutan adalah batas kawasan hutan harus diakui semua pihak di tingkat tapak agar pengelolaan bisa dilakukan dengan baik.

Hal lain yang menjadi sorotan adalah masih adanya 3,4 juta hektare lahan kebun sawit dalam kawasan hutan non prosedural oleh perusahaan dan oknum kelompok masyarakat.

Dalam RUU Omnibus Law ke depan aturan pengukuhan hutan ini bakal disederhanakan.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News