Pendukung Tak Perlu Hadir di Debat Pilpres, Toh Sudah Pasti Pilih Jagonya

Pendukung Tak Perlu Hadir di Debat Pilpres, Toh Sudah Pasti Pilih Jagonya
Emrus Sihombing. Foto: dok/JPNN.com

Sebab, debat ini sekaligus melihat kapabilitas kandidat dalam merespon setiap persoalan yang terkait materi debat. Sesungguhnya panelis itu representasi wakil rakyat seluruh Indonesia untuk bertanya dan memberikan tanggapan kepada calon pemimpinnya, karena mereka tidak mungkin hadir di ruang debat.

Sementara substantif, lanjut dia, pertanyaan dan atau tanggapan dari panelis harus menukik, tidak boleh normatif, apalagi monoton. “Contoh pertanyaan yang substantif yang menukik, 'Saudara kandidat, mohon dijelaskan road map pemberantasan korupsi di Indoensia, kelak bila saudara memimpin negeri ini lima tahun ke depan',” kata dia mencontohkan.

Menurutnya pula, ketegasan moderator diperlukan untuk menyetop pembicaraan jika peserta debat melewati waktu yang tersedia, dengan batas toleransi maksimal sepuluh detik. Setelah itu, teknologi komunikasi pengeras suara otomatis berhenti.

Keempat, minimal waktu yang diberikan kepada peserta debat tiga menit memberikan pandangan atau jawaban pada setiap setting, agar peserta debat cukup waktu menarasikan pikiran, gagasan dan idenya secara tuntas. “Sangat tidak memadai hanya satu atau dua menit,” jelasnya.

Emrus menegaskan, ketika peserta debat sudah selesai memberikan pandangan atau tanggapan sementara waktu yang tersedia masih ada tersisa, mereka berkewajiban menekan tombol sebagai tanda bahwa dia telah berakhir menyampaikan pendapat. (boy/jpnn)


Ada empat kelompok pemilik hak suara yang seharusnya hadir pada acara debat pilpres. Mereka ialah kaum milenial, pemilih pemula, kelas sosial yang belum beruntung terutama dari desa-desa terpencil, dan kelompok yang berpotensi menjadi golput.


Redaktur & Reporter : Boy

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News