Penerapan UU TPKS & PKDRT Dinilai Belum Maksimal, Lestari Moerdijat: Apakah Pembiaran?

Penerapan UU TPKS & PKDRT Dinilai Belum Maksimal, Lestari Moerdijat: Apakah Pembiaran?
Wakil Ketua MPR Lestari Moerdijat saat memberikan sambutan dalam diskusi daring bertema 'Apa Masalah Krusial dalam Penerapan UU PKDRT DAN UU TPKS?' yang digelar Forum Diskusi Denpasar 12, Rabu (31/5). Foto: Dokumentasi Humas MPR RI

"Undang-Undang TPKS cukup rumit dalam memahaminya sehingga perlu pendidikan dan pelatihan lebih lanjut bagi para aparat penegak hukum," ungkapnya.

Sekretariat Nasional Forum Pengada Layanan Siti Mazumah mengungkapkan dalam penanganan kasus-kasus tindak kekerasan seksual menghadapi sejumlah kendala, antara lain dalam bentuk keterbatasan sumber daya dan dana dalam proses hukum, yang dialami korban.

Selain itu, kata Siti, juga kompetensi pendamping dan aparat penegak hukum yang belum sesuai dengan yang diamanatkan UU PKDRT dan UU TPKS sehingga ada kasus kekerasan seksual berbasis elektronik diselesaikan dengan menggunakan UU ITE.

Dalam sejumlah kasus tindak kekerasan seksual dan KDRT, ungkap Siti, bahkan tidak sedikit korban diadukan balik oleh terdakwa.

Ironisnya proses hukum pengaduan dari terdakwa bisa lebih cepat daripada proses hukum yang diajukan korban.

Fenomena itu, tegas Siti, menyebabkan banyak korban KDRT dan tindak kekerasan seksual memilih jalan pengadilan perdata untuk melakukan perceraian, demi memutus mata rantai kekerasan yang dialaminya.

Direktur Institut Sarinah Eva Kusuma Sundari berpendapat kemampuan para penegak hukum merupakan kunci dari pelaksanaan UU PDKT dan UU TPKS.

Semangat pro terhadap korban, tegas Eva, harus dimiliki oleh setiap aparat penegak hukum.

Wakil Ketua MPR Lestari Moerdijat menyoroti belum maksimalnya penerapan UU TPKS maupun UU PKDRT, simak kalimatnya

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News