Penerapan UU TPKS & PKDRT Dinilai Belum Maksimal, Lestari Moerdijat: Apakah Pembiaran?
"Undang-Undang TPKS cukup rumit dalam memahaminya sehingga perlu pendidikan dan pelatihan lebih lanjut bagi para aparat penegak hukum," ungkapnya.
Sekretariat Nasional Forum Pengada Layanan Siti Mazumah mengungkapkan dalam penanganan kasus-kasus tindak kekerasan seksual menghadapi sejumlah kendala, antara lain dalam bentuk keterbatasan sumber daya dan dana dalam proses hukum, yang dialami korban.
Selain itu, kata Siti, juga kompetensi pendamping dan aparat penegak hukum yang belum sesuai dengan yang diamanatkan UU PKDRT dan UU TPKS sehingga ada kasus kekerasan seksual berbasis elektronik diselesaikan dengan menggunakan UU ITE.
Dalam sejumlah kasus tindak kekerasan seksual dan KDRT, ungkap Siti, bahkan tidak sedikit korban diadukan balik oleh terdakwa.
Ironisnya proses hukum pengaduan dari terdakwa bisa lebih cepat daripada proses hukum yang diajukan korban.
Fenomena itu, tegas Siti, menyebabkan banyak korban KDRT dan tindak kekerasan seksual memilih jalan pengadilan perdata untuk melakukan perceraian, demi memutus mata rantai kekerasan yang dialaminya.
Direktur Institut Sarinah Eva Kusuma Sundari berpendapat kemampuan para penegak hukum merupakan kunci dari pelaksanaan UU PDKT dan UU TPKS.
Semangat pro terhadap korban, tegas Eva, harus dimiliki oleh setiap aparat penegak hukum.
Wakil Ketua MPR Lestari Moerdijat menyoroti belum maksimalnya penerapan UU TPKS maupun UU PKDRT, simak kalimatnya
- Demo Tolak Revisi UU Penyiaran, Muzani Sebut DPR Bakal Terbuka Terima Masukan
- HNW Apresiasi ICJ yang Perintahkan Agar Israel Hentikan Serangan di Rafah
- Soroti Banyaknya Jumlah Lembaga Negara di Indonesia, Bamsoet Nilai Perlu Dikaji Ulang
- Ketua MPR Bamsoet Singgung Potensi Besar Tanah Papua yang Belum Digarap Maksimal
- Syarief Hasan Dorong Guru Besar Berkontribusi di Pemerintahan Prabowo-Gibran
- Syarief Hasan Ungkap Alasan Sosialisasi Empat Pilar MPR Perlu Diintensifkan di Batam