Pengalaman Warga Asal Indonesia Menjalankan Puasa di Mesir, Norwegia, Cile, dan Meksiko

Pengalaman Warga Asal Indonesia Menjalankan Puasa di Mesir, Norwegia, Cile, dan Meksiko
Munirul Ilyas (dua dari kiri) merayakan Ied bersama istrinya Mutia Rahmatunnisa di Kairo. (Koleksi pribadi)

Buka puasa gratis itu dalam istilah setempat disebut "maidaturrahman', yang artinya menu berbuka dari Tuhan.

Puasa 21 jam di Norwegia

Berbeda dengan Ilyas, Retno Hartanti Tomstad yang berasal dari Cilacap, Jawa Tengah, telah menetap di Kristiansand, sebuah kota di bagian selatan Norwegia yang berpenduduk sekitar 110 ribu orang sejak menikah dengan pria Norwegia pada tahun 1999.

Retno mengatakan ia memperkenalkan biudaya Indonesia kepada anak-anak dan suaminya.

"Saya mengenalkan ke mereka tradisi dan kultur-kultur dan peradaban manusia terutama dari Indonesia, tapi saya tidak mengajarkan tentang ketuhanan."

Meski demikian, Retno yang dibesarkan dalam keluarga Muslim di Indonesia, masih menjalankan puasa dengan teratur walau anak-anak dan suaminya bukan muslim.

Menurut Retno, pengalaman puasa terberatnya di Norwegia adalah saat Ramadan jatuh di musim panas sehingga ia harus berpuasa selama 21 jam.

"Tapi saya kebiasaan ikut fatwa yang ada dengan mengikuti jam dari kota Mekah dan Medinah untuk berpuasa."

Norwegia yang merupakan salah satu negara Skandinavia di Eropa berpenduduk 5 juta jiwa, dengan 68 persen di antaranya pemeluk Kristen dan 25 persen mengaku tidak beragama.

Berpuasa hingga 21 jam, tidak bisa membuat ketupat, sowan, sungkem, atau bagi-bagi amplop setelah salat Ied menjadi pengalaman yang dibagikan warga Indonesia yang berpuasa dan berlebaran di luar Indonesia

Sumber ABC Indonesia

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News