Pengalaman Warga Asal Indonesia Menjalankan Puasa di Mesir, Norwegia, Cile, dan Meksiko

Pengalaman Warga Asal Indonesia Menjalankan Puasa di Mesir, Norwegia, Cile, dan Meksiko
Munirul Ilyas (dua dari kiri) merayakan Ied bersama istrinya Mutia Rahmatunnisa di Kairo. (Koleksi pribadi)

Suasana Ramadan tidak terasa di Cile

Di belahan dunia lainnya yaitu di Amerika Selatan di Cile, Farrah Zilza asal Banjarmasin, Kalimantan Selatan, sudah tinggal di ibu kota Santiago selama lebih dari setahun terakhir.

Farrah menikah dengan pria asal Cile, Gonzalo Barros, dan kini tinggal bersama keluarga suaminya sementara Gonzalo bekerja di Selandia Baru.

Dengan penduduk hampir 20 juta jiwa, 42 persen penduduk Cile adalah penganut Katolik dan 14 persen beragama Kristen Protestan.

Sejak tiba di Cile, Farrah sudah mengalami dua kali Ramadan dan sekali Idul Fitri yang dirayakan bersama suaminya yang seorang mualaf.

Menurut Farrah, yang perbedaan Cile dan Indonesia selama Ramadan adalah suasananya, seperti tidak adanya buka puasa bersama, tarawih, dan berbagai kegiatan keagamaan lainnya.

"Namun saya tinggal di rumah mertua banyak mendapat dukungan dari mereka yang sering mengingatkan adanya makanan di kulkas untuk sahur," kata Farrah.

"Mereka juga sangat antusias dengan kegiatan agama saya, karena selama ini mereka tidak pernah bersinggungan dengan orang Muslim, mereka hanya tahu Islam dari pemberitaan di televisi."

Sepengetahuannya, ada sekitar 200 orang asal Indonesia yang tinggal di Cile, sementara jumlah warga muslim secara keseluruhan sekitar dua ribu orang.

Berpuasa hingga 21 jam, tidak bisa membuat ketupat, sowan, sungkem, atau bagi-bagi amplop setelah salat Ied menjadi pengalaman yang dibagikan warga Indonesia yang berpuasa dan berlebaran di luar Indonesia

Sumber ABC Indonesia

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News