Pengamat Dukung Skema Opsional Kontrak Migas

Pengamat Dukung Skema Opsional Kontrak Migas
Ilustrasi kilang migas PT Pertamina. Foto: Kaltim Post/JPNN

jpnn.com, JAKARTA - Direktur Eksekutif Center for Energy Policy, M. Kholid Syeirazi, merespons positif rencana pemerintah merombak skema kontrak migas. Ia menegaskan bahwa rencana tersebut patut didukung semua pihak.

Kholid menilai skema opsional kontrak migas itu sudah tepat karena sejalan dengan konstitusi, undang-undang, dan tuntutan pelaku usaha.

“Memaksakan skema Gross Split, sebagaimana dilakukan Menteri dan Wamen ESDM periode lalu, melanggar undang-undang dan mendisinsentif iklim investasi hulu migas,” ucap Kholid.

PSC dengan model cost recovery sejauh ini merupakan titik optimum yang menengahi kepentingan negara (host country) dan investor dan sejalan dengan mandat Pasal 33 UUD 1945.

Sistem cost recovery baru menjadi isu seiring reorganisasi kelembagaan migas pada 2001, yang membuat Pemerintah dianggap lemah dalam mengontrol biaya pengembalian.

Namun, dengan jalan pintas mengganti PSC cost recovery dengan Gross Split tanpa skema opsional, Pemerintah melanggar undang-undang yang membuat iklim investasi hulu migas anjlok.

UU No. 22 Tahun 2001 secara jelas membuka opsi berbagai jenis kontrak yang menguntungkan negara. Namun, Menteri ESDM menerbitkan Permen ESDM No. 8 Tahun 2017, yang terus menerus direvisi, untuk mengunci satu jenis kontrak yang setengah dipaksakan ke kontraktor, yaitu Gross Split.

Menurut Kholid, jiwa Gross Split lebih dekat dengan konsesi warisan kolonial, di mana negara tidak memiliki kontrol atas biaya-biaya produksi.

Direktur Eksekutif Center for Energy Policy, M. Kholid Syeirazi, merespons positif rencana pemerintah merombak skema kontrak migas. Ia menegaskan bahwa rencana tersebut patut didukung semua pihak.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News