Pengamat: Pelarangan Plastik Kresek Bukan Solusi, Pemerintah Panik

Dia menyarankan perlu dibuat pembuatan Tempat Penampungan Sementara Terpilah (TPST) yang tidak hanya memilah jenis sampah dari rumah, tetapi pengangkutan sampahnya juga sudah dilakukan secara terpilah sesuai jenis sampahnya.
"Seharusnya kita mencari solusi dengan berkolaborasi. Kalau pelarangan itu menurut saya karena pemerintah panik saja," tambahnya.
Jadi menangani masalah sampah plastik ini harus melalui edukasi yang terus menerus dilakukan kepada masyarakat agar bijak berplastik. Mulai dari mengonsumsi plastik sesuai kebutuhan (reduce), memilah-milah sampahnya dari rumah agar bisa di daur ulang (recycle).
Terakhir, menggunakan plastik-plastik yang masih bisa digunakan kembali (reuse).
"Nyatanya, Surabaya bisa melakukannya. Mereka dinilai mampu mengelola sampah dengan baik, melalui program 3R yakni reduce, reuse, recycle. Masyarakat juga bisa mengambil nilai ekonomis dari sampah,' lanjutnya.
Dengan keberhasilan masyarakatnya mengelola sampah dengan baik, Surabaya bisa menjadi menjadi role model negara-negara di Asia Pasifik.
"Kalau di sana bisa, harusnya di tempat lain juga bisa," imbuhnya.
Selain masyarakat, industri yang memproduksi produk-produk kemasan plastik juga harus ikut berperan dalam pengurangan hadirnya sampah plastik.
Pelarangan penggunaan kantong plastik sekali pakai (kantong kresek) di tempat perbelanjaan, dinilai tidak cukup mengatasi masalah sampah plastik di Indonesia.
- SWI dan IPR Luncurkan Studi Indeks Daur Ulang Plastik
- Gandeng Kemenhub, ASDP Kurangi Emisi Karbon 10,2 Ton Lewat RVM
- Menteri LH Akan Gugat Produsen Penyumbang Sampah Plastik
- AQUA Dukung Peta Jalan Pengurangan Sampah Plastik dengan Cara Ini
- Sungai Watch Ungkap Daftar Merek Penyumbang Sampah Plastik Terbesar
- Sampoerna dan Waste4Change Berhasil Daur Ulang 3 Ton Sampah