Pengamat: Penerapan Sertifikit Tanah Elektronik di Pesisir Bisa Berisiko

Pengamat: Penerapan Sertifikit Tanah Elektronik di Pesisir Bisa Berisiko
Presiden Jokowi saat penyerahan sertifikat tanah bagi warga Babel, Kamis (14/3). Sertifikat elektronik berisiko diterapkan di wilayah pesisir. Ilustrasi. Foto: M Fathra Nazrul Islam/JPNN

jpnn.com, JAKARTA - Pengamat kelautan dan Direktur Eksekutif Pusat Kajian Maritim untuk Kemanusiaan Abdul Halim menyatakan penerapan sertifikat elektronik pertanahan di kawasan pesisir bisa berisiko.

"Jadi harus diperhitungkan matang-matang," ujar Abdul Halim, dalam keterangannya di Jakarta, Selasa (16/2).

Abdul Halim mengatakan, sejumlah risiko yang mungkin dihadapi adalah data bocor dan mudah dialihfungsikan, karena telah berbentuk data digital.

Kendati demikian, dia menyadari, masih ada sejumlah permasalahan terkait dengan pengelolaan lahan di kawasan pesisir seperti problematika legalitas kawasan.

Untuk itu, ujar dia, berbagai pihak seperti Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) perlu bekerja sama dengan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, serta BPN untuk penyelesaian persoalan tersebut.

Sebelumnya, Anggota Komisi II DPR RI Rezka Oktoberia mendorong Badan Pertanahan Nasional (BPN) untuk meningkatkan sosialisasi terkait kebijakan sertifikat tanah elektronik guna menghindari informasi palsu.

"Saya rasa sosialisasi terhadap sertifikat elektronik ini harus dilakukan terlebih dahulu oleh BPN untuk sampai ke masyarakat sehingga kalau ini disampaikan ke masyarakat, nantinya masyarakat juga bisa mengetahui apa itu sertifikat elektronik," kata Rezka Oktoberia dalam rilis, Selasa.

Menurut Rezka, masih banyak warga yang tidak memperoleh informasi ini secara utuh.

Pengamat kelautan dan Direktur Eksekutif Pusat Kajian Maritim untuk Kemanusiaan Abdul Halim menyatakan penerapan sertifikat elektronik pertanahan di kawasan pesisir bisa berisiko.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News